Pengamat Klaim Milenial Bosan dengan Capres Wajah Lama

Anggota KPPS mengecek surat suara saat sesi penghitungan suara Pemilu serentak 2019. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Andika Wahyu

VIVA Politik – Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menyarankan agar pada Pemilihan Umum 2024 dapat menampilkan minimal tiga pasang calon presiden dan calon wakil presiden.

Duh! Hampir 70 Persen Warga RI Ngaku Tak Punya Tabungan Gara-gara Suka Belanja, Netizen: Duitnya Gak Cukup

"Kalau kita punya empat calon presiden atau tiga calon presiden, masyarakat pada tahap election untuk memilih, mereka punya banyak alternatif, punya banyak menu varian yang disajikan," kata Pangi dalam diskusi pemilu di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 29 September 2022.

Ia menegaskan, jika ditanyakan mengapa tidak boleh dua pasang calon presiden (capres) karena dapat merusak tenun dan politik kebangsaan.

Bawaslu Minta Sentra Gakkumdu Rumuskan Lagi Hukum Acara Pemilu

Penghitungan Surat Suara Pemilu. (Foto Ilustrasi)

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

"Saya merasakan kerusakan pada dua periode pemilihan presiden sebelumnya sehingga minimal harus ada tiga sampai empat poros untuk mencegah politik identitas, polarisasi dan keterbelahan. Itu kan niat baik," kata CEO & Founder Voxpol Center Research and Consulting itu.

Temuan LSI Denny JA: Ada 7 Program Prabowo Dapat Sentimen Positif Sebelum 100 Hari Pemerintahan

Selain itu, hasil survei terbaru Voxpol juga menyebutkan sekitar 40,6 persen responden menginginkan lebih dari dua calon presiden pada Pemilu 2024. Alasannya responden untuk mendapatkan pemimpin alternatif.

Ilustrasi Petugas PPS mengambil logistik Pemilu 2019 saat didistribusikan ke TPS-TPS di Distrik Wesaput Wamena, Jayawijaya, Papua

Photo :
  • ANTARA FOTO/Yusran Uccang

Survei tersebut menyatakan terdapat 31 persen responden yang beralasan agar tidak terjadi konflik sosial dan perpecahan di masyarakat. Makin banyak pasangan calon presiden maka alternatif dan varian pemimpin yang ditawarkan kepada masyarakat makin banyak.

"Wajar kemudian pemilih milenial, yang anak muda, mereka bosan dan jenuh, apalagi calon presiden wajah lama. Partisipasi mereka bisa turun. Bahkan saya pernah diskusi sama kaum milenial usia 17-39 tahun, kenapa enggak milih calon presiden? Karena tidak ada yang segar, mereka ingin ada yang baru," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya