Analisis Polwan Forensik Kombes Hastry soal Luka Tembak Brigadir J
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA Nasional – Hasil autopsi pertama dan kedua jenazah Brigadir Nofryansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J pada dasarnya sama, kata Kombes. Pol. Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, Sp.F., polisi wanita sekaligus dokter ahli forensik yang ikut memeriksa jasad ajudan mantan kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Ferdy Sambo itu.
Autopsi pertama, yang sempat diragukan kesahihan hasil, dilakukan oleh tim dokter forensik RS Polri, Kramat Jati, Jakarta. Sedangkan autopsi kedua oleh tim dokter forensik Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia.
Menurut autopsi pertama, ditemukan tujuh luka tembak pada jenazah Brigadir J, berbeda dengan hasil autopsi kedua yang didapati lima luka tembak.
"Tapi mungkin [autopsi] kedua lebih susah karena dijahit, sudah ditutup-tutup luka-lukanya yang bekas luka tembak masuk dan keluar, terus ada pembusukan, terus ada luka pascaautopsi untuk memasukkan formalin; formalin bisa lewat paha, leher," katanya dalam wawancara eksklusif dengan VIVA pada program bincang-bincang The Interview di Jakarta, Kamis, 8 September 2022.
Mengenai perbedaan jumlah luka tembak tersebut, menurut Dokter Hastry, panggilang akrabnya, bisa jadi karena autopsi kedua dilakukan 20 hari setelah jasad dikubur sehingga telah banyak pembusukan dan tidak baik lagi. "Bisa jadi, [autopsi] yang kedua, karena [lukanya] sudah tertutup; ada kerancuan luka tembak masuknya yang mana," katanya.
Proyektil pecah
Tetapi, dia segera menjelaskan, yang terpenting bukan jumlahnya, melainkan fakta bahwa memang ada lubang akibat luka tembak di tubuh Brigadir J. Dan, luka tembak tersebut "mematikan yang membuat meninggal dunia".
Dia memaklumi masyarakat awam yang tak memahami permasalahan hasil autopsi pada luka tembak. Ada yang merasa bingung, misalnya, ditemukan lima luka tembak masuk tetapi ada tujuh atau delapan luka tembak keluar. Itu bisa saja dan wajar terjadi.Â
"Kalau luka tembak masuk, ketemu tulang keras, tulang belakang, jadi pecah proyektilnya, keluarnya jadi tiga atau dua," ujarnya, memberikan penjelasan lebih terperinci. "Kalau kasus ini (kematian Brigadir J), mungkin pas tertembak, jatuh, terus ketembak lagi, jadi pecah rekoset, diduga ada memarnya di wajah. Saya pikir, itu karena rekoset peluru yang ketembak ubin, terus dia jatuh."
Meski begitu, hasil autopsi tidak berhenti pada pemeriksaan secara kasat mata. Untuk pembuktian yang lebih meyakinkan, menurut polwan ahli forensik pertama di Asia itu, bisa dengan pemeriksaan mikrobiologi di laboratorium. Dari pemeriksaan itu dapat diketahui satu luka tembak terjadi sebelum atau setelah korban meninggal dunia.