Soroti Kenaikan BBM, Waketum Garuda: Dipelintir Demi Urusan Politik
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA Politik - Kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi memantik maraknya aksi demonstrasi turun ke jalan. Sebagian publik terutama kalangan mahasiswa dan buruh menolak kenaikan harga BBM karena dinilai akan menambah beban rakyat kecil.
Menanggapi itu, Wakil Ketua Umum DPP Partai Garuda Teddy Gusnaidi menyampaikan aksi demo penolakan kenaikan harga BBM bukan lagi hal baru. Dia bilang kebijakan kenaikan BBM sudah ada di rezim pemerintahan Soeharto, Abdurahman Wahid alias Gus Dur, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Jokowi.Â
"Isinya sama semua. Klaim atas nama rakyat, membuat framing rakyat terpuruk jika harga BBM naik," kata Teddy, dalam keterangannya, Selasam 6 September 2022.
Pun, ia mengatakan meski harga BBM naik tapi kehidupan rakyat tetap berjalan dengan keseimbangan. Padahal, harga BBM sudah naik berkali-kali. "Artinya harga BBM bukan ukuran kesejahteraan," tuturnya.
Dia mencontohkan negara Venezuela yang memiliki harga BBM terendah di dunia. Kata Teddy, harga BBM rendah itu tak menjamin rakyatnya sejahtera. Ia menyebut Venezuela malah terjadi krisis ekonomi yang dahsyat.
Lebih lanjut, ia menyampaikan kondisi kehidupan meski BBM naik berulang kali di setiap rezim pemerintahan. Bagi Teddy, ada kehidupan sebagian publik yang makin lebih baik.Â
"Dari yang tidak punya kendaraan sekarang punya, renovasi rumah, peningkatan gaya hidup dan banyak lagi perubahan yang lebih baik," lanjut Teddy.
Dia menekankan memang bukan hanya kenaikan BBM, tapi kenaikan harga barang lainnya lantaran menyesuaikan dengan inflasi. Teddy mengibaratkan tak bisa terus menerus harga BBM di rezim Soeharto digunakan di era Jokowi.Â
"Ini proses biasa yang terjadi di seluruh dunia. Sayangnya dipelintir demi urusan politik," tuturnya.
Teddy menekankan kembali kenaikan harga BBM bukan hal yang baru. Sebab, ini hal yang sudah biasa dilakukan setiap pemerintah untuk upaya menjaga keseimbangan perekonomian negara. "Dan, ini dilakukan di semua rezim, bukan hanya di rezim Jokowi," ujarnya.