Politisi Golkar Misbakhun Kritik OJK Kelola Kredit Bermasalah
VIVA Politik – Politisi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun, mengkritisi langkah Otoritas Jasa Keuangan atau OJK. Ia menyoroti persoalan lembaga itu dalam mengelola kredit yang bermasalah.
Misbakhun yang juga anggota Komisi XI DPR itu, mengingatkan OJK segera menyusun desain besar penyelesaian kredit berisiko atau loan at risk (LAR) dan non-performing loan (NPL) alias kredit macet di perbankan swasta. Ini perlu segera diatasi, karena menurutnya agar kredit bermasalah tidak mengganggu perekonomian.
“Saya belum melihat sebuah desain besar dari OJK bagaimana dengan loan at risk dan NPL yang mempunyai potensi sangat besar ini, apakah mereka dibiarkan stay di perbankan, atau mereka dikeluarkan dari situ,” ujar Misbakhun, dalam keterangannya, Kamis 1 September 2022.
Kritik tersebut diutarakan politisi yang kerap bersuara lantang itu, dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan Menkeu Sri Mulyani, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu kemarin.
Dia berpandangan, tanpa adanya manajemen risiko maka akan berdampak besar. Terutama bagi perekonomian negara apabila nantinya ada masalah. “Risikonya besar karena manajemen risiko sektor swastanya yang belum bisa kita kelola,” katanya.
Misbakhun menjelaskan tingkat restrukturisasi kredit di kisaran 26-30 persen dari total pinjaman yang disalurkan perbankan. “Itu kan, menunjukkan ada loan at risk begitu tinggi di sana,” tuturnya.
Politisi yang juga mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu menilai LAR yang tinggi disebabkan OJK melakukan pengecualian dalam program restrukturisasi.
“Pengecualian yang seperti ini kan, memberikan loan at risk yang lebih tinggi,” katanya.
Untuk diketahui, OJK melaksanakan restrukturisasi kredit sejak Maret 2020 sebagai cara dalam penanggulangan dampak COVID-19. Program tersebut diperpanjang hingga 31 Maret 2023.
Ketua Dewan Komisioner Mahendra Siregar dalam raker Komisi XI DPR menjelaskan, jumlah kredit yang direstrukturisasi maupun debiturnya mengalami penurunan. Angka retrukturisasi kredit per Juli 2022 Rp 560,41 triliun atau turun dari Rp 576,17 triliun pada bulan sebelumnya.
Jumlah debiturnya pun mengalami penurunan. Per Juli 2022, debitur yang masuk program itu mencapai 2,94 juta. Sedangkan pada Juni 2022 masih di angka 2,99 juta.
“Kredit restru COVID-19 dan jumlah debitur terus bergerak melandai,” ujarnya.