Eks Koruptor Boleh Nyaleg, KPU Diminta Dorong Revisi UU Pemilu

Petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) menyusun kotak suara yang berisi surat suara hasil Pemilu 2019. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

VIVA Politik - Mantan narapidana kasus korupsi diperbolehkan menjadi calon legislatif di Pemilu 2024. Aturan itu sesuai dengan pasal 240 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Ketua Komisi II DPR Menolak KPU dan Bawaslu Jadi Badan Ad Hoc

Pengamat dari Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa jika pemerintah, DPR, dan lembaga penyelenggara pemilu serius mau berantas korupsi maka perlu revisi UU Pemilu. Dia menekankan eks koruptor boleh nyaleg karena UU Pemilu.

"Eks koruptor kan bisa jadi calon karena UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu itu . Artinya perlu revisi jika benar ada komitmen Pemerintah, DPR, dan KPU untuk berantas korupsi," kata Herry, dalam keterangannya, Selasa 23 Agustus 2022.

KPU: Idealnya Kepala Daerah Dilantik Setelah 13 Maret 2025

Penghitungan Surat Suara Pemilu 2019. (Foto ilustrasi).

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Herry juga mendorong agar UU Pemilu dapat direvisi oleh pemerintah dan DPR. Tujuannya agar eks koruptor tidak dapat mencalonkan diri di Pemilu 2024. 

Duit KPU Langkat Rp150 Juta untuk Pilkada Dirampok, Polda Sumut Ringkus 2 Pelaku

Menurut dia, dengan adanya aturan UU Pemilu, masyarakat kini yang bisa mengawal untuk mendorong direvisi. Langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) larang eks koruptpr nyaleg pada 2019 melalui Peraturan KPU (PKPU) tak bisa terealisasi. Saat itu, Mahkamah Agung menolak PKPU tak sesuai dengan UU Pemilu.

"Di Mahkamah Agung sudah ditolak usul pelarangan eks koruptor jadi caleg, praktis hanya masyarakat yang menjadi elemen terakhir untuk mengawal revisi UU Pemilu khusus di poin ini," tutur Herry.

Herry mendorong penyelenggara Pemilu agar proaktif bisa mendorong revisi UU Pemilu terkait pelarangan eks koruptor nyaleg. Dia menyoroti, persoalan budaya korupsi di Indonesia masih jadi masalah yang menghambat indeks persepsi korupsi Indonesia.

"Dari KPU dan Bawaslu juga perlu lebih proaktif mengusulkan revisi UU Pemilu karena intinya di sini. Ketika UU Pemilu direvisi maka aturan turunan lainnya pun akan mengikuti khusus larangan eks koruptor terlibat di Pemilu," tuturnya.

Menurut dia, jika tak dilarang berarti budaya korupsi itu diwajarkan. Bagi dia, hal itu bisa mengancam indeks persepsi korupsi di Tanah Air. "Maka solusinya harus dimulai dari melarang eks koruptor secara politik sebagai konsekuensi logis," tuturnya. 

Seorang warga korban bencana memasukkan surat suara ke kotak suara usai menyalurkan hak suaranya di tenda pengusian saat pemungutan suara Pemilu 2019, di TPS 01 Kelurahan Petobo , Palu, Sulawesi Tengah

Photo :
  • ANTARA FOTO/Basri Marzuki

Sebelumnya, media sosial Twitter diramaikan narasi diizinkan eks napi koruptor jadi caleg DPR di Pemilu 2024. Badan Pengawasan Umum (Bawaslu) juga menanggapi eks koruptor boleh nyaleg.

Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Data dan Informasi Bawaslu RI, Puadi menjelaskan eks koruptor boleh nyaleg karena merujuk Pasal 240 ayat (1) huruf g UU 7 Tahun 2017. Namun, kata Puadi, perlu adanya syarat dan ketentuan yang berlaku. 

Dia mengatakan, syarat tersebut berlaku bagi setiap bakal caleg bahwa tidak pernah terpidana dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun. Namun bagi caleg yang memiliki latar belakang sebagai eks terpidana korupsi wajib mengumumkan kepada publik.   

"Berdasarkan Putusan MK tersebut, seorang mantan narapidana harus menunggu jeda waktu lima tahun setelah melewati masa pidana penjara dan mengumumkan mengenai latar belakang dirinya jika ingin mencalonkan diri sebagai gubernur, bupati atau wali kota," ujarnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya