Pengamat Soroti Pidato Jokowi: Normatif, Membuat Masyarakat Apatis
- Youtube Sekretariat Presiden
VIVA Politik - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan pidato kenegaraan dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang bersama DPR-DPD di komplek parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 16 Agustus 2022. Pidato Jokowi disorot karena dinilai normatif.
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga menilai normatifnya pidato Jokowi dilihat dari beberapa hal. Dia mengkritisi Jokowi yang hanya menyampaikan pemenuhan hak sipil dan praktik demokrasi, hingga hak politik perempuan harus terus dijamin.
Menurut dia, pernyataan seperti itu sudah diatur mulai dari UUD hingga UU. "Jokowi hanya mengulang apa yang sudah diatur dalam perundang-undangan," kata Jamiluddin, dalam keterangannya, Selasa, 16 Agustus 2022.
Dia memberikan catatan karena idealnya pidato kepala negara dalam sidang tahunan MPR mesti menyampaikan capaian detail terkait pemenuhan hak sipil. Selain itu, perlu juga disinggung praktik demokrasi di Indonesia satu tahun terakhir.
"Begitu juga capaian terkait hak perempuan dan kelompok marjinal. Selain capaian, idealnya presiden juga menyampaikan apa saja yang akan dilakukan pada satu tahun ke depan," tuturnya.
Pun, dia menyampaikan dengan pidato yang detail dan tak normatif maka masyarakat akan mengetahui apa yang dilakukan. Ia menyebut dengan pidato kenegaraan Jokowi seperti tadi maka akan membuat masyarakat tak tahu arah prioritas pembangunan Jokowi.
"Dengan pidato seperti itu, masyarakat tentunya tidak tahu arah prioritas pembangunan yang ingin dicapai pada satu tahun ke depan," ujar Jamiluddin.
Menurut dia, pidato Jokowi akan membuat masyarakat apatis terhadap rencana pembangunan pemerintah.
"Hal itu dapat membuat masyarakat apatis terhadap rencana pembangunan pemerintah. Karena itu, jangan salahkan kalau masyarakat tidak responsif terhadap pembangunan yang akan dilakukan pemerintah satu tahun ke depan," ujarnya.
Dalam pidato kenegaraannya di Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD, Jokowi menyampaikan beberapa hal mulai kelanjutan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), krisis global, dan pemberantasan korupsi. Selain itu, eks Gubernur DKI Jakarta itu juga menyinggung agar jangan ada lagi politik identitas dan politisisasi agama.