Politisi PDIP Deddy Sitorus, Sindir Perilaku Sejumlah Elit Relawan

Deddy Yevri Hanteru Sitorus, Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDIP
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Politik – Politisi PDIP, Deddy Yevri Sitorus, menyindir sejumlah pihak yang mengaku sebagai relawan, yang menurutnya mulai resah terkait bergulirnya Pemilu 2024 saat ini. Dia mengaku, ada sekelompok kecil yang mengaku-ngaku relawan tetapi mereka ingin mendapatkan posisi politik dan akses pada BUMN.

Aksi Sosial Makan Siang Murah, Terinspirasi Program Makan Bergizi Gratis Presiden Prabowo

Dalam keterangannya yang diterima, Sabtu 13 Agustus 2022, Deddy mengatakan memang kelompok relawan atau volunterisme adalah bagian dari perkembangan demokrasi yang positif. Hal itu juga bisa terlihat dalam peradaban politik di barat dan terutama Amerika. 

Namun perlu dipahami, bahwa Volunterisme merupakan semangat partisipasi politik yang muncul ketika adanya kepemimpinan baru yang menawarkan perubahan. Lalu adanya kesamaan kepentingan yang kuat. Itu kerelawanan itu bisa lahir saat ada musuh bersama yang mengancam. 

Rawan Disalahgunakan, PDIP Minta Bansos Disetop Selama Pilkada 2024

Hal itu bisa dilihat dari menjamurnya kelompok-kelompok relawan saat perhelatan demokrasi di negara-negara maju seperti Amerika dan Inggris. Ketika itu Clinton dan Obama memenangkan kontestasi Presidensial di Amerika. Di Inggris ada saat kemenangan Partai Buruh saat dipimpin Tony Blair. 

Di Indonesia, jelasnya, lahirnya kelompok-kelompok relawan muncul ketika Pilkada DKI Jakarta 2012, saat Joko Widodo atau Jokowi maju. Ketika itu, lahirnya para relawan ini menurutnya sangat elegan dan berkualitas. Layaknya yang terjadi di Amerika dan Inggris.

Relawan Berusaha Keras Menangkan Pasangan RK-Suswono di Jaktim

Para relawan bergerak ke arah yang sama, muncul di mana-mana tanpa komando dan mengalir dengan baik dari rumah-rumah, kantor, kampung hingga tingkat nasional. 

“Gejalanya sama, volunterisme bangkit, massif tetapi bersifat ad hoc. Begitu pemilu selesai, semua relawan kembali pada kehidupan normal dan hanya sedikit yang kemudian meneruskan naluri politiknya di jalur politik formal atau partisan,” ujar Deddy.

“Tetapi di Indonesia, sejak Pemilu 2014 hingga hari ini banyak relawan atau kelompok relawan yang akhirnya justru berubah menjadi aktor politik dan ormas permanen,” katanya melanjutkan.

Dia mengaku, mereka sebelumnya sebenarnya sudah aktif di politik atau LSM hingga ormas. Tetapi sejak itu, mereka sudah mulai merasakan akses kekuasaan hingga ekonomi.

“Ada pimpinan relawan yang kemudian menempatkan saudara, teman dan anggotanya di kementerian-kementerian dan BUMN untuk mengakses jabatan, APBN maupun menikmati madu proyek-proyek BUMN. Banyak dari mereka yang kemudian berperilaku buruk melebihi elite politik, bermodal kedekatan atau sekedar foto dan selfie dengan para pejabat dan penguasa,” urai Deddy.

“Mereka aktif meminta ketemu dengan para pejabat negara dan BUMN agar bisa mendapatkan berbagai akses yang bahkan tidak dimiliki oleh politisi maupun aktivis partai politik,” kata Deddy.

Bahkan kata dia, ada yang ngambek karena belum mendapat posisi tertentu, hingga akhirnya duduk dan mendapatkan jabatan. Padahal, kata anggota Komisi VI DPR RI itu, kroninya sudah mendapat kekuasaan.

Sebagai anggota Komisi VI DPR, Deddy mengaku mengetahui itu. Mengingat komisi yang ia tempati ini bermitra dengan Kementerian BUMN. Dia juga selalu terlibat sebagai tim inti kampanye Pilpres 2014 dan 2019.

“Saya tahu siapa yang sebenarnya punya massa, yang benar-benar bergerak saat pemilu dan siapa yang saat ini jadi benalu kekuasaan,” ujarnya.

Saat ini, belum ada kepastian capres hingga koalisi partai dan afiliasnya. Tetapi lanjut Deddy, sejumlah elit relawan mencoba melakukan manuver.

“Tidak lebih dan tidak kurang, tujuannya adalah agar punya saham dalam pemerintahan berikutnya dan terus menikmati kue kekuasaan yang memabukkan itu,” kata Deddy.

Lebih lanjut dikatakannya, atas nama organisasi, mereka membawa-bawa massa yang sangat mencintai Presiden Jokowi. Bahkan, kata Deddy, seolah-olah sebagai kepanjangan tangan dari kehendak politik Presiden. 

“Para anggotanya tidak pernah tahu bahwa para pentolan relawan itu hidup dan berperilaku melebihi elite politik, meskipun seringkali mereka harus keluar ongkos sendiri dalam setiap kegiatan. Sementara elitenya sibuk menagih proposal ke sana kemari dan uangnya entah kemana,” beber Deddy.

Diakuinya, sebagian dari aktivis relawan memiliki jiwa relawan dan mengidolakan Jokowi. Orang-orang dan kelompok tersebut biasanya bekerja kongkrit untuk membantu mengagregasikan kepentingan masyarakat atau mengawal program pemerintah. Tetapi tak ada yang mau mengkoreksi elit beberapa tokoh relawan tertentu.

“Oleh karena itu, saya berharap agar para elite relawan yang haus kekuasaan itu sadar dan mengoreksi diri. Sadarlah, tidak ada kekuasaan yang abadi. Semua ada akhirnya, kecuali ideologi,” tutup Deddy.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya