Konsistensi Elite Politik Bisa Hindari Polarisasi di Pilpres 2024
- ANTARA FOTO/Galih Pradipta
VIVA Politik – Polarisasi politik di tengah masyarakat sebagai imbas pilpres, memang kerap terjadi dan menjadi persoalan saat ini. Bahkan sejumlah partai tegas menolak cara-cara yang bisa menimbulkan terjadinya polarisasi lagi. Tapi itu bisa dihindari jika elite politik konsisten.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno menyatakan itu dimungkinkan jika partai politik, elite dan calon kandidat konsisten dengan ucapannya. Yakni tidak ada polarisasi dan isu politik identitas selama kontestasi berlangsung.
"Makanya, kunci tidak terjadinya polarisasi itu ada di partai, di elite dan para calon, konsisten nggak dengan omongannya? Karena saya yakin, di 2024 akan dipenuhi oleh mereka yang sering ngomong soal politik identitas dan polarisasi," jelas Adi dalam konferensi pers secara virtual, dikutip Rabu 13 Juli 2022.
Adi menjelaskan, hal itu didukung oleh data pemilih. Karena mayoritas lebih memilih kandidat dengan latar belakang aspek psikologis dan rasional. Sementara, untuk pemilihan dengan aspek sosiologis yang berdasarkan pada suku dan agama calon hanya 2,2 persen.
"Artinya, figur yang dilihat itu bukan karena suku dan agamanya, karena persentasenya itu cuma 2,2 persen. Yang muncul dalam benak pemilihan mereka itu yang kinerjanya bagus, orangnya baik, dan terbukti memimpin hingga merakyat. Itu kondisi yang alamiah saat ini," jelasnya.
Kendati begitu, Adi tidak menutup kemungkinan bahwa saat pemilu berlangsung, segala instrumen akan digunakan untuk memenangkan pertarungan. Termasuk dengan memainkan isu identitas dan isu politik berbasis agama, yang membuat batin para pemilih tercampur aduk.
"Seperti yang terjadi saat Pilpres 2019 dan Pilkada 2017 lalu, karena sentimen agama itu menjadi kuat. Padahal, masyarakat kita itu cukup toleran, cukup inklusif dalam berpolitik. Mereka ini mencari pemimpin, bukan imam masjid," jelasnya.
Lebih jauh, Adi membeberkan elite partai politik dalam setiap pertemuannya banyak mengklaim tidak akan menimbulkan polarisasi politik di tengah masyarakat. Seperti contohnya, Golkar, PPP, dan PAN yang membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan menyatakan akan mencegah adanya polarisasi serta keterbelahan saat pemilu 2024.
"Kalau omongan politisi dan para elite ini konsisten,tentu 2,2 persen pemilih yang memilih karena suku dan agama itu tidak penting. Cuma masalahnya itu kalau petinggi parpol ingin punya ambisi menang, kemudian diprovokasi dengan isu agama dan identitas. Itulah makanya hingga terjadi pada Pilpres 2019 dan Pilkada 2017," tandas Adi.
Untuk diketahui, Parameter Politik Indonesia merilis hasil survei opini publik peta politik Pilpres 2024. Survei ini diselenggarakan menggunakan metode simple random sampling lewat kuesioner yang melibatkan 1.200 responden.
Adapun pengumpulan data dilakukan dalam periode 15-29 Juni 2022. Tingkat kepercayaan survei mencapai 95 persen dan margin of error sebesar 2,9 persen.