Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP, Pakar: Menghidupkan Kolonialisme
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA Politik - Draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) saat ini jadi polemik karena masih mempertahankan pasal penghinaan terhadap penguasa termasuk Presiden-Wakil Presiden. Pasal-pasal itu menuai protes dan penolakan karena dinilai akan menurunkan Demokrasi.
Pakar hukum tata negara Feri Amsari menilai RKUHP sejak awal hanya diperuntukan melindungi para penguasa. Bukan dirancang untuk melindungi masyarakat
"Saya merasa dalam konteks pemerintahan kita mestinya sistem pemidanaan atau sistem hukum pidana mesti melindungi warga negara dari ancaman terhadap hak-hak konstitusionalnya," kata Feri saat dihubungi VIVA, Minggu malam, 10 Juli 2022.
Dia menyampaikan demikian karena dalam konstitusional diatur hak warga menyampaikan pendapat secara lisan dan tulisan. Feri heran muncul pasal-pasal terkait dengan upaya membatasi hak warga negara seperti pasal 218 di RKUHP terkait penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden.
"Dalam draf RKUHP ini, di mana publik seperti berhadap-hadapan dengan kepala negara dan kepala pemerintahan," sebut Feri.
Baca Juga: Kuliti Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP, Refly Harun: Gebyah Uyah
Feri menyinggung sebagai kepala negara, Presiden mesti menganggap warga negara adalah bagian dari dirinya. Menurutnya, jika terjadi perselisihan pemahaman tidak bermakna maka jangan sampai memenjarakan keluarganya yaitu warga negaranya sendiri.
"Apalagi tabiat memenjarakan atau mempidanakan warganya ini adalah tabiat kerajaan," ujar Feri.
Pun, dia menjelaskan pasal penghinaan terhadap Presiden sama seperti Konsep kolonial. Feri menyebut pasal itu seperti lese majeste, atau aturan pasal yang melarang penghinaan terhadap keluarga bangsawan.
"Ini adalah pasal-pasal kolonial yang dari dulu dimimpikan untuk dihilangkan dari bapak bangsa kita sekalipun," jelas Feri.
"Jadi, menghidupkan ini sama dengan menghidupkan semangat kolonialisme yang membahayakan diri kita semua," katanya.
Feri memperingati agar hati-hati dalam RKUHP ini karena bisa menjadi alat yang merugikan warga negara di masa depan. Begitu juga pemerintahan Presiden Jokowi dan pemerintahan berikutnya.
Dia menekankan ada sejumlah pasal kontroversial lain di RKUHP yang mengatur pidana lantaran menghina DPR, Polri, jaksa, hingga kepala daerah.
"Jadi, menurut saya mengkhawatirkan. Belum lagi terkait pasal ucapan yang menyinggung perasaan terhadap penyelenggaraan umum," ujarnya.