PSI: Ada Potensi Politisasi Agama Lewat RUU KUHP

Sekjen DPP PSI, Dea Tunggaesti.
Sumber :
  • Dok. PSI.

VIVA Politik - Partai Solidaritas Indonesia mengingatkan bahwa masih ada potensi masalah terkait pasal penodaan agama di Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Mereka meminta agar Pasal 302 ayat 2 yang masih mirip dengan aturan penodaan agama yang lama, dihapus.

Usia 9 Tahun, Sophia Latjuba Diminta Keluarga Pilih Agama

Sekjen DPP PSI, Dea Tunggaesti.

Photo :
  • Dok. PSI.

Sangat Karet

Tolak PPN 12%, PSI Sebut PDIP Seperti Pahlawan Kesiangan

Pasal tersebut memidana setiap orang di muka umum yang menyatakan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat penodaan terhadap agama atau kepercayaan di Indonesia. Menurut PSI, ayat tersebut sangat karet dan subyektif dan berpotensi over-criminalization.

“Ayat 2 ini dapat menjerat orang yang tidak memiliki niatan menghina agama lain, namun dipidana atas dasar desakan massa. Perbedaan tafsir agama bisa berujung pada tuduhan penodaan agama,” kata Sekjen DPP PSI, Dea Tunggaesti, dalam video yang diunggah di akun media sosial DPP PSI dikutip pada Sabtu, 9 Juli 2022.

Kelompok yang Gulingkan Assad Berambisi Politik Berkedok Agama, Menurut Alumnus Suriah

Baca juga: Ini 14 Poin Krusial RUU KUHP yang Jadi Sorotan Masyarakat Sipil

Berangus Lawan Politik

Dea menegaskan pasal itu juga berpotensi dipakai untuk politisasi agama dan memberangus lawan politik. Dampak lainnya, pasal tersebut akan mengurangi kebebasan berpendapat karena membuat orang takut berpendapat karena khawatir dianggap menodai agama.

PSI berpendapat Pasal 302 ayat 1 RKUHP sudah cukup untuk mengatur masalah penodaan agama. Pasal 302 ayat 1 akan memidana setiap orang di muka umum yang melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan; menyatakan kebencian atau permusuhan; atau menghasut untuk melakukan permusuhan, kekerasan, atau diskriminasi, terhadap agama, orang lain, golongan, atau kelompok atas dasar agama atau kepercayaan di Indonesia.

“Ayat 1 ini lebih terukur dan jelas dalam memagari penodaan agama, sehingga tidak rawan diperalat oleh politisi dan tekanan massa,” kata Dea.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya