MK Tolak Gugatan Partai Gelora soal Pemilu Serentak 2024
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA Politik - Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji permohonan judicial review yang diajukan Partai Gelora. Judicial review itu terkait Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.Â
Dikutip dari website MK, tiga gugatan dimaksud dengan nomor perkara: 35/PUU-XX/2022; 52/PUU-XX/2022; 57/PUU-XX/2022.Â
Gugatan dengan nomor perkara 35/PUU-XX/2022 itu diajukan oleh tiga petinggi DPP Partai Gelora yakni Ketua Umum Muhammad Anis Matta, Sekretaris Jenderal Mahfudz Siddiq serta Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah.
Partai Gelora menguji Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu terhadap Pasal 6A ayat (2) UUD 1945. Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu berbunyi:Â
"Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional." Sedangkan Pasal 347 ayat 1 UU Pemilu menyatakan: "Pemungutan suara Pemilu diselenggarakan secara serentak," demikian dikutip VIVA pada Kamis, 7 Juli 2022.
Anggota Hakim MK, Saldi Isra mengatakan, tidak ada alasan yang fundamental untuk menerima permohonan tersebut.
Menurut Mahkamah, keinginan para pemohon untuk memisahkan waktu penyelenggaraan Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tidak dilaksanakan pada hari yang sama tetapi pada tahun yang sama, seperti mengembalikan model penyelenggaraan tiga Pemilu sebelumnya.
“Oleh karena itu, belum terdapat alasan hukum dan kondisi yang fundamental berbeda bagi Mahkamah untuk menggeser pendiriannya terhadap isu pokok yang berkaitan dengan frasa ‘secara serentak’ sehingga norma Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) harus tetap dinyatakan konstitusional," kata Saldi saat membacakan pertimbangan putusan gugatan.Â
Pun, berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di tersebut, Saldi menyampaikan permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Selanjutnya, Ketua MK Anwar Usman menyatakan, pihaknya menolak uji materi yang diajukan pemohon secara seluruhnya.Â
"Pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum. Amar putusan mengadili menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar.