Pakar UGM: Presidential Threshold Nol Persen Justru Bisa Bermasalah

Petugas KPPS menunjukkan surat suara pemilihan calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang sudah tercoblos oleh pemilih ketika melakukan penghitungan surat suara Pemilu serentak 2019 di TPS 05 Sawah Besar, Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA – Pakar politik pada Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati menilai jika ketentuan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) diturunkan menjadi nol persen justru berpotensi memunculkan masalah.

Media Sosial Akun Gerindra Jadi Tempat Keluhan Warganet ke Presiden untuk Selesaikan Kasus di Tanah Air

"Saya kira secara teknis itu akan menimbulkan problem yang sangat kompleks atau rumit sekali meski argumentasinya adalah partisipasi masyarakat dan seterusnya. Apalagi kalau diizinkan untuk calon independen tentu akan menimbulkan cerita lain lagi," ujar Mada melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Sabtu, 25 Juni 2022.

Menurut dia, jika beberapa pihak mendorong ambang batas pencalonan presiden hingga nol persen, salah satu konsekuensi adalah semua orang akhirnya bisa mencalonkan diri menjadi presiden.

Respons Polri soal Putusan MK Terkait Hukuman ke Aparat Tak Netral di Pilkada

Ia menjelaskan partisipasi memang menjadi salah satu pilar demokrasi. Meski begitu, harus dikelola sehingga tidak menyulitkan proses demokratisasi.

Calon presiden Prabowo Subianto usai menemui Sri Sultan Hamengku Buwono X, raja Keraton Yogyakarta sekaligus Gubernur DI Yogyakarta, di kantor Gubernur, Senin, 8 April 2019.

Photo :
  • VIVA/Cahyo Edi
Gantikan Ganjar Pranowo, Basuki Hadimuljono Jadi Ketum PP Kagama

Mada menuturkan bukan berarti dengan demokrasi semua orang boleh berpartisipasi mencalonkan diri sebagai presiden, semua orang boleh ngomong apa saja, sebab tentunya akan menjadikan proses demokratisasi terganggu.

Dalam demokrasi, menurut dia, tetap harus ada aturan. Berbicara demokrasi, tentu, bukan hanya pada level wacana atau level narasi, tetapi harus bergerak sampai pada level praksis atau praktik.

Calon Presiden petahana nomor urut 01 Joko Widodo berpidato saat kampanye terbuka dan Apel Akbar Kesetian Tegak Lurus di Gedung Budaya Sabilulungan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa, 9 April 2019.

Photo :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Apabila sekadar wacana tetapi secara praktik sulit dilakukan, dia menekankan, tentu akan menyulitkan proses demokrasi.

"Kalau soal poin-poin besar demokrasi pasti semua setuju, partisipasi semua orang setuju, kontestasi sebagai pilar demokrasi yang equal, adil pasti semua orang setuju, tetapi bagaimana untuk menerjemahkannya dalam praktik bertata negara, dalam praktik pemilu, itu yang kemudian menjadi banyak sekali perdebatan," ujar dia.

Mada mengatakan wacana presidential treshold sudah lama berkembang, bahkan banyak pihak beberapa kali melalui Mahkamah Konstitusi melakukan judicial review terkait UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Akan tetapi MK selalu saja menyampaikan jawaban bila legal standing terkait perubahan UU tersebut berada di DPR sebagai lembaga yang memiliki ruang terbuka untuk menafsirkan.

Namun demikian, kata dia, sejauh ini dari legal formal UU Nomor 7 Tahun 2017 tampaknya tidak akan direvisi atau diamendemen oleh fraksi-fraksi di DPR."Jadi yang menyoal permasalahan ambang batas ini adalah mereka yang utamanya berhitung bila kemungkinannya sangat tipis untuk berpartisipasi dalam pilpres," ujar Mada. (ant)

Ilustrasi pilkada serentak 2024

Mahasiswa Minta Pemerintah Tindak Oknum Tak Netral di Pilkada Sesuai Putusan MK

MK memutuskan pejabat daerah serta TNI/Polri dapat dijerat hukuman pidana apabila melakukan cawe-cawe atau melanggar netralitas dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada

img_title
VIVA.co.id
22 November 2024