Kritisi Penangkapan Massal Petani Sawit, DPR: Pemerintah Harus Adil
- ANTARA FOTO/Hadly V
VIVA – Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan berang atas tindakan aparat keamanan yang melakukan penangkapan terhadap puluhan petani kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu. Tindakan ini dianggap memperuncing konflik lahan antara petani dan perusahaan yang telah berlangsung belasan tahun.
Johan pun mendesak pemerintah untuk berlaku adil dan manusiawi terhadap petani. Dia meminta negara bisa hadir menyelesaikan konflik agraria terutama dalam sektor perkebunan sawit yang kerap terjadi di Sumatera dan pulau lainnya.
“Atas kejadian ini, saya mendesak pemerintah harus hadir menyelesaikan konflik agraria secara menyeluruh khususnya yang terjadi di sektor perkebunan. Sebab pemerintah harus sadar bahwa 60 persen konflik agraria terjadi di perkebunan komoditas kelapa sawit dengan luasan lahan yang cukup besar," kata Johan dalam keterangannya, Rabu, 18 Mei 2022.
Johan menyebut seringkali upaya penyelesaian sengketa lahan selalu gagal. Bahkan, seringkali petani juga mendapatkan kekerasan dan perlakuan yang tidak adil karena bargaining yang lemah dibanding perusahaan yang punya kuasa modal.
Maka itu, pemerintah diharapkan bisa berlaku adil pada petani. Pun, aparat diminta bisa bersikap lebih manusiawi kepada petani karena mereka seringkali menjadi korban dalam situasi konflik lahan.
Kemudian, dia mengkritisi kasus lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang terjadi di Bengkulu. Johan mengatakan, hal ini terjadi akibat lahan yang telah dikelola petani sawit diambil alih perusahaan melalui keterangan akta pinjam pakai sehingga memunculkan konflik tanpa penyelesaian.
“Kasus di Bengkulu ini merupakan contoh dari sekian banyak kasus penguasaan lahan oleh perusahaan pemilik modal dengan masyarakat yang berprofesi petani sawit,” ujarnya.
Johan berharap pemerintah bisa segera mengurai benang kusut penyebab konflik. Dia mengingatkan pentingnya kebijakan yang menghadirkan keadilan bagi petani dan pihak mana pun.
Ia mengatakan petani perlu dibantu karena mereka membutuhkan lahan perkebunan sawit. Selain itu, berupaya meningkatkan sumbangsih perusahaan pada desa penyangga dan masyarakat sekitarnya.
“Saya menilai akar konflik ini terjadi akibat adanya kepemilikan lahan yang dianggap ditelantarkan dan belum digarap serta kegagalan mekanisme proses ganti rugi dari lahan yang menjadi sengketa," tuturnya.
Dia menyebut langkah penangkapan massal para petani sawit sebagai cara gegabah dan sembrono.
"Maka tindakan menangkap massal para petani sawit adalah tindakan gegabah dan sembrono dengan tuduhan pencurian, ketika petani panen di lahan konflik, untuk itu pemerintah harus segera hadir membantu proses penyelesaian konflik ini,” ujarnya.