Ridwan Kamil Sebut Rakyat Jawa Barat Mengalami Ketidakadilan Fiskal
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyebut bahwa rakyat di provinsi itu selama ini mengalami ketidakadilan fiskal akibat kebijakan yang tak tepat dari pemerintah pusat. Jawa Barat merupakan provinsi dengan penduduk terbesar di Indonesia tetapi menerima Dana Bagi Hasil dari pemerintah pusat yang sedikit dibandingkan dengan Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Penyebabnya adalah jumlah kota/kabupaten di Jawa Barat yang tak proporsional dengan jumlah penduduk. Di Jawa Barat sekarang hanya ada 27 kota/kabupaten, padahal jumlah penduduknya hampir 50 juta jiwa. Sementara Jawa Timur memiliki 38 kota/kabupaten dengan penduduk lebih dari 40 juta jiwa. Sedangkan Jawa Tengah terdiri dari 35 kota/kabupaten dengan penduduk lebih dari 36 juta jiwa.
Sumber ketidakadilannya, kata Ridwan dalam bincang-bincang dengan The Interview di Bandung pada Jumat, 11 Maret 2022, Dana Bagi Hasil diberikan oleh pemerintah pusat kepada masing-masing provinsi sesuai jumlah kota/kabupaten, alih-alih jumlah penduduk.
Artinya, kata dia, rakyat Jawa Barat menerima lebih sedikit dibandingkan Jawa Timur dan Jawa Tengah, padahal seharusnya lebih besar kalau dihitung berdasarkan populasi.
"Makanya Jawa Timur anggarannya X rupiah dikali 38 (daerah). Saya X rupiah dikalinya hanya 27. Padahal penduduk saya 10 juta lebih besar dibanding Jawa Timur. Maka dalam lima tahun kepemimpinan, Jawa Timur menerima 30 triliun rupiah lebih banyak," katanya.
"Saya mengetuk hati saja kepada pemerintah pusat [bahwa] ada ketidakadilan fiskal kepada rakyat Jawa Barat, yang jumlah penduduknya paling besar, 50 juta, tapi dana bagi hasilnya jauh lebih sedikit dibanding provinsi yang penduduknya rendah."
Pemekaran
Ada dua solusi untuk permasalahan itu, kata Ridwan. Pertama, pemekaran daerah. Jawa Barat, katanya, seharusnya memiliki sedikitnya 40 kota/kabupaten, artinya diperlukan 13 daerah untuk dimekarkan.
Dia menjelaskan rasio jumlah ideal kota/kabupaten itu berdasarkan contoh Kabupaten Bogor di Jawa Barat dengan populasi 5 juta jiwa. Itu setara dengan provinsi Sumatera Barat dan provinsi Bali yang masing-masing dipimpin oleh seorang gubernur dan belasan kota/kabupaten yang masing-masing dipimpin oleh wali kota/bupati.
Maka, Ridwan menekankan, pembangunan di Jawa Barat tidak maksimal karena gubernur maupun wali kota/kabupaten tidak mampu menjangkau semua wilayah begitu luas dan semua penduduk yang begitu banyak.
Masalah dari pemekaran itu, katanya, pemerintah pusat, yakni Kementerian Dalam Negeri, masih menangguhkan untuk sementara waktu kebijakan pemekaran daerah. Kalau untuk memenuhi jumlah ideal 40 kota/kabupaten--perlu 13 daerah dimekarkan--pemerintah pusat belum mengisyaratkan menyetujui dalam waktu dekat.
Dia mengibaratkan 'hilal' atau penampakan bulan baru dalam kalender hijriah, biasanya untuk menentukan 1 Ramadhan atau 1 Syawal alias hari raya Idul Fitri. "Kalau untuk ngejar 13 saja, hilal-nya belum kelihatan, karena keputusannya di pusat. Pusat bilang, mohon maaf dulu, lahir batin--moratorium," katanya.
Solusi kedua, Ridwan menawarkan, formulasi Dana Bagi Hasil yang sekarang dialokasikan berdasarkan jumlah kota/kabupaten diubah menjadi berdasarkan jumlah penduduk. "Tolong diubah rumusnya: kalau pemekaran wilayah ini belum disetujui, tolong rumusnya diperbaiki; jumlah penduduk dijadikan faktor utama dalam memberikan dana bagi hasil, supaya saya bisa melayani masyarakat lebih berkualitas," katanya.
"Jadi, yang Anda lihat ini [di Jawa Barat]," menurutnya, "kecepatannya, progresnya, kalau keadilan fiskal berbasis jumlah penduduk dipenuhi, atau jumlah daerah diperbesar."