PDIP Minta Setop Rencana Amandemen UUD, Awas Penumpang Gelap!
- VIVA/Lucky Aditya
VIVA – Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDIP, Ahmad Basarah meminta agar rencana amandemen terbatas terhadap UUD 1945 terkait pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) tidak dilakukan pada periode MPR 2019-2024. Sebab, kata Basarah, PDIP khawatir adanya penumpang gelap yang memasukkan agenda lain dalam rencana amandemen terbatas tersebut.
"Sebaiknya rencana amandemen terbatas UUD 1945 tidak dilaksanakan pada periode 2019-2024 ini," kata Basarah kepada awak media, Jumat, 18 Maret 2022.
Basarah lebih jauh menuturkan, sebelum mulai proses formal amandemen konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 37 UUD 1945, harus dipastikan situasi dan kondisi psikologi politik bangsa dalam keadaan yang kondusif. Selain itu, kata dia, segenap elemen bangsa juga sama-sama memiliki common sense bahwa amandemen UUD tersebut sebagai suatu kebutuhan bangsa, bukan kepentingan satu kelompok apalagi perseorangan tertentu saja.
"Jadi, amandemen UUD NRI 1945 sebaiknya tidak dilaksanakan dalam situasi psikologis bangsa yang tidak kondusif seperti adanya pikiran dan rasa saling curiga di antara sesama komponen bangsa serta adanya kepentingan perorangan maupun kelompok tertentu," ujarnya.
Menurut Basarah, dinamika politik saat ini sudah tidak memungkinkan untuk melakukan amandemen UUD 1945 secara terbatas. Pasalnya, saat ini sudah memasuki 'tahun politik' untuk menghadapi Pemilu Serentak 2024 dan berkembangnya wacana penundaan pemilu yang berdampak pada perpanjangan masa jabatan presiden dan penyelenggara negara lainnya.
"Segenap partai politik sudah mulai sibuk menyiapkan diri menyongsong Pemilu Serentak Tahun 2024 sehingga kurang ideal jika energi bangsa untuk fokus pada amandemen UUD, harus terpecah konsentrasinya untuk melaksanakan pemilu. Hal itu akan lebih sulit lagi jika dalam proses dan hasil pemilu ternyata menimbulkan gesekan politik di antara sesama komponen bangsa," kata Basarah.
Kendati demikian, Basarah mengklaim, MPR tetap berkomitmen untuk terus membahas pokok pokok pikiran tentang PPHN tersebut agar daapt direkomendasikan pada MPR periode berikutnya. Nantinya, tutur dia, MPR hasil Pemilu 2024, akan merealisasikan amandemen terbatas UUD NRI 1945 dalam rangka menghadirkan kembali GBHN/PPHN.
"Sebagai Ketua Fraksi-PDIP di MPR, saya sudah memberikan arahan kepada Badan Kajian MPR FPDIP agar tugas dan tanggung jawab pengkajian bersama berbagai komponen bangsa lainnya untuk terus dilanjutkan guna menyusun konsep PPHN secara lebih substanstif dan komprehehsif sebagai bahan rekomendasi untuk MPR periode berikutnya," ujarnya.
Lebih lanjut, Basarah mengatakan konsitusi merupakan hukum dasar tertulis yang dimiliki oleh mayoritas negara di dunia. Karenanya, kata dia, konstitusi menggambarkan visi dan misi besar dan jangka panjang bangsa tersebut.
"Oleh karena itu perubahan konstitusi juga harus didasarkan pada pandangan dan visi serta misi bangsa Indonesia untuk ke depannya dan bukan didesain untuk kepentingan kelompok apalagi perseorangan," kata Basarah.
Sebelumnya, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari Fraksi Demokrat Syarief Hasan mengatakan rencana amandemen UUD 1945 secara terbatas khusus terkait haluan negara atau Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) masih dalam tahapan pengkajian.
Rencana amandemen ini terkait dengan rekomendasi dari MPR periode 2014-2019 untuk mengkaji tujuh poin pokok yang dimasukkan dalam amandemen terbatas UUD 1945.
“Masih dikaji di badan pengkajian MPR, belum ada keputusan apapun,” kata Syarief, Senin, 7 Maret 2022.
Syarief mengatakan rencana amandemen terbatas UUD 1945 ini masih pro dan kontra di MPR. Beberapa fraksi di MPR, kata dia, tidak sepakat PPHN diatur dalam UUD 1945. Sebab, haluan negara tersebut sudah diatur dalam undang-undang, seperti UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 dan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Menurut Syarief, fraksi yang tegas menolak adalah Demokrat, PKS dan Golkar.
Partai Demokrat, kata dia, juga tidak sepakat melakukan amandemen terbatas terhadap UUD 1945. Pasalnya, bakal menjadi kotak pandora, yang bisa melebar ke mana-mana dan konsekuensi akhirnya bisa merusak sistem ketatanegaraan.
“Kita tidak sepakat dengan amandemen UUD 1945 karena nanti melebar ke mana-mana,” kata Syarief.
Lebih jauh Syarief mengatakan hasil pengkajian terkait PPHN dan 6 rekomendasi lainnya, akan disampaikan di pimpinan MPR untuk dibahas lagi. Namun, dia tidak bisa memastikan waktu pasti pengkajian tersebut selesai.