Soal Penundaan Pemilu, Bursah Zarnubi Minta Masyarakat Mengontrol

Ketua Umum Perkumpulan Gerakan Kebangsaan Bursah Zarnubi.
Sumber :
  • Dok. Perkumpulan Gerakan Kebangsaan.

VIVA - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Bursah Zarnubi menyampaikan perlunya penguatan civil society. Menurutnya, hal itu sangat penting untuk menghimpun kekuatan dalam rangka menolak penundaan pemilu dan masa perpanjangan masa jabatan presiden.

Ilustrasi Massa berdemonstrasi

Photo :
  • VIVA.co.id/ Bayu Nugraha

“Tidak ada jalan lain, civil society mesti kita perkuat kalau tidak sama saja kita menyerahkan diri pada keadaan sekarang," kata Bursah pada diskusi publik bertajuk “Konstitusi Diujung Tanduk” di Jakarta, Jumat, 11 Maret 2022.

Diskusi tersebut dihadiri sejumlah tokoh pergerakan seperti Syahganda Nainggolan, Rocky Gerung, Moh. Jumhur Hidayat, Ubedillah Badrun, Abdullah Rasyid, Adhie Massardi, Ahmad Yani Antony Budiawan, Andrianto Ariady Achmad, Bivitri Susanti dan lain sebagainya.

Bisa Lolos di DPR Jika Tidak Dikontrol

Bursah mengatakan di DPR, UU apa saja lolos. Jika masyarakat tidak kontrol dengan kekuataan civil society maka dia meyakini penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden itu bisa lolos 3 periode, bahkan 6 periode.

"Sekali lancung keterusan, seumur hidup sekelompok orang serakah itu mau berkuasa terus menerus. Nah ini yang perlu kita awasi dan kontrol,” ujar Bursah.

Penguatan civil society untuk menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden tersebut, menurut Bursah, dapat menjadi kekuatan untuk menangkal apa yang diusulkan elit-elit partai politik. Apalagi, lanjut Bursah, usulan penundaan pemilu adalah mengkhianati cita-cita reformasi.

“Sekarang kita belum mendengar suara mahasiswa mendiskusikan isu penundaan pemilu ini. Mahasiswa penting ikut bicara, karena mereka ujung tombak perubahan dan masa depan ini untuk mereka," katanya.

Kekuasaan Jangan Serakah

Dia menambahkan tidak boleh ada opsi perpanjangan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden karena hal itu inkonstitusional. Bagi Bursah, pembatasan masa jabatan presiden 2 periode merupakan perjuangan reformasi.

Oleh karena itu, apapun caranya harus dihadapi dan dilawan usulan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden tersebut.

“Enggak boleh, apapun caranya kita mesti hadapi. Kekuasaan jangan serakah dan sewenang wenang. Jangan sesekali melupakan sejarah, nanti menyesal," tutur Bursah.

Jokowi Dinilai Tidak Tegas

Sementara itu, pengamat politik Rocky Gerung menilai Presiden Jokowi tidak tegas dalam menjawab usulan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Menurutnya, jawaban yang disampaikan Jokowi menimbulkan dua tafsir sekaligus.

Cepat dan Mudah, 7 Trik Jitu Menghilangkan Tinta Ungu setelah Pemilu

“Kalau misalnya presiden tidak secara eksplisit mengatakan dia tidak menghendaki penundaan pemilu maka dia tidak bicara yang mendua di ujungnya itu. Di ujung kita mesti patuh konstitusi tapi pembiaran tentang penundaan pemilu demi demokrasi boleh dilakukan,” kata Rocky.

Soal Demokrasi

Budi Gunawan Minta Usulan KPU jadi Badan Ad Hoc Dikaji Lebih Dalam

Rocky menuturkan jika penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden diperbolehkan menjadi wacana publik maka sebaliknya membicarakan soal penggulingan kekuasaan juga mestinya tidak dilarang dan dibiarkan mengemuka di tengah-tengah masyarakat.

“Lho pembiaran itu dilarang Undang-Undang. Enggak boleh itu dibicarakan. Kalau begitu kita boleh membicarakan penggulingan kekuasaan. Kan wacana saja. Supaya fair,” katanya.

ICW Catat 33 Provinsi Gelar Pilkada Terindikasi Kuat Punya Paslon Terafiliasi Dinasti Politik

Dia mengatakan dalam alam demokrasi, setiap orang berhak mengemukakan pendapat di muka umum. Dia mencontohkan Munarman yang membicarakan khilafah.

“Munarman boleh bicara khilafah gitu. Biasa aja kan, demi demokrasi gitu," kataya.

Rocky menambahkan jabatan presiden seumur hidup boleh saja diusulkan. Hanya saja, usulan tersebut tidak diberlakukan pada 2024 yang akan datang.

“Boleh kita minta presiden seumur hidup, boleh. Tetapi bukan buat sakarang. Buat yang akan datang. Etikanya begitu. Kalau saya punya kuasa, saya boleh minta sesuatu bukan yang menguntungkan saya tapi menguntungkan yang akan datang. Itu prinsipnya,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya