Pengamat: Penundaan Pemilu Harus Patuhi Konstitusi
- ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
VIVA - Direktur Eksekutif Center for Political Communication Studies (CPCS), Tri Okta, menegaskan konstitusi harus menjadi pegangan semua pihak terkait isu perpanjangan masa jabatan presiden maupun Jokowi tiga periode.
Menihilkan Konstitusi
Sebab, dia menilai sejauh ini pola komunikasi yang dibangun elite partai politik seolah-olah menihilkan konstitusi yang telah menjadi konsensus nasional.
Misalnya, dorongan untuk menyederhanakan sistem politik telah melahirkan parlemen dengan jumlah partai politik yang lebih sedikit. Selain itu pilkada dibuat serentak, sehingga keriuhan politik cukup lima tahun sekali dan fokus pembangunan bisa berjalan lebih efektif.
“Karena itu desakan agar pemilu ditunda ataupun penambahan masa periode presiden harus dilakukan dalam prosedur konstitusi,” katanya di Jakarta, Sabtu, 5 Maret 2022.
Buka Ruang Amandemen
Okta menegaskan konstitusi sebagai produk hukum tertinggi membuka ruang untuk proses amandemen demi mengikuti perubahan yang berkembang. Menurutnya, survei tidak bisa dijadikan alasan untuk menunda pemilu atau memperpanjang jabatan presiden.
Persepsi bahwa mayoritas rakyat puas terhadap kinerja pemerintah harus diuji melalui pemilu, tidak bisa semena-mena ditentukan oleh pimpinan partai politik. Lagipula DPR dan pemerintah telah menyepakati jadwal pemilu berikutnya pada 14 Februari 2024.
“Kesepakatan ini sebaiknya dihormati, terlepas dari aspirasi yang berkembang kemudian, mengingat perlu adanya kepastian khususnya di kalangan pelaku ekonomi,” ujarnya.
Penetapan Jadwal Pemilu Cukup Alot
Sebelumnya, penetapan jadwal pemilu berjalan cukup alot, hingga akhirnya jadwal terbaru disetujui. Dengan munculnya usulan agar jadwal tersebut diundur lagi, dikhawatirkan bakal mengganggu dunia usaha dan investasi untuk menyesuaikan dengan situasi politik.
Selain itu, Okta meminta pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat lebih pro-aktif untuk membuka saluran komunikasi dengan elemen-elemen masyarakat terkait wacana penundaan pemilu ataupun perubahan masa jabatan presiden.
“Hanya MPR yang memiliki kewenangan untuk mengubah konstitusi melalui amandemen, tetapi proses amandemen juga harus menyerap seluas-luasnya aspirasi rakyat, tidak dilakukan dalam ruang tertutup oleh segelintir elite politik,” kata Okta.