PSI Tak Setuju Pemilu 2024 Ditunda
- ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
VIVA – Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dea Tunggaesti mengatakan bahwa pihaknya lebih mendorong amandemen UUD 1945 agar membolehkan masa jabatan presiden menjadi 3 periode.
Menurut PSI, usulan tersebut lebih realistis dan urgent dibandingkan memperpanjang masa jabatan Presiden Joko Widodo atau menunda Pemilu 2024.
Ditekankan Dea, bukan hanya Jokowi, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan mantan Wapres Jusuf Kalla juga berpeluang bertarung di Pilpres 2024 jika konstitusi diamandemen untuk mengatur masa jabatan presiden 3 periode.
"Bila partai-partai di DPR melihat ada aspirasi kuat rakyat agar Pak Jokowi meneruskan kepemimpinannya untuk periode ketiga maka jalan satu-satunya adalah melalui proses amandemen UUD 1945 sehingga memungkinkan jabatan presiden dibatasi maksimal 3 periode," kata Dea kepada awak media, Rabu, 2 Maret 2022.
Dea menegaskan, masa jabatan presiden 3 periode merupakan pilihan paling adil. Pasalnya, tidak hanya Jokowi, tetapi juga SBY dan JK bisa kembali mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres di Pilpres 2024.
"Nantinya tidak hanya Pak Jokowi, tetapi Pak SBY bisa ikut berlaga kembali, begitu juga Pak JK bisa ikut berkompetisi sebagai kandidat calon wakil Presiden melalui mekanisme pemilu yang jujur, adil, dan transparan di 2024," ujarnya.
Dia menambahkan, "Kami sebagai pencinta dan pengagum Pak Jokowi, tentunya akan selalu dan tetap mendukung Pak Jokowi memimpin Indonesia kembali, namun tentunya hal tersebut harus didasari oleh amandemen konstitusi yang memperbolehkan Pak Jokowi berlaga kembali 2024."
Dea menegaskan, idealnya pemilihan presiden, pemilihan legislatif (DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, Kabupaten, Kota) tetap terlaksana tanggal 14 Februari 2024 diikuti pelaksanaan Pilkada serentak pada bulan November 2024, sebagaimana kesepakatan antara DPR, pemerintah dan KPU.
"Alasan situasi pandemi dan pemulihan ekonomi adalah alasan dirasa tidak urgent, faktanya kita pernah menyelenggarakan Pilkada dengan damai dan sukses di tengah puncak pandemi pada akhir 2020 lalu. Pemilu sebagai perwujudan negara demokratis sehingga penundaan Pemilu tanpa alasan yang benar-benar bersifat force majeure tentunya akan mencederai demokrasi kita," katanya.