Legislator PDIP Minta Elite Parpol Tutup Wacana Tunda Pemilu 2024

Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Edwin Firdaus

VIVA – Politisi PDIP Andreas Hugo Pareira meminta elite politik menutup wacana penundaan Pemilu 2024 yang tidak memiliki dasar hukum dan politik.

Pilpres 2024 Dinilai Mulai Geser Demokrasi RI Jadi Otokrasi Elektoral yang Mengkhawatirkan

Arahkan Energi untuk Pemulihan Ekonomi

Menurut Andreas, sebaiknya energi elite politik diarahkan untuk agenda pemulihan ekonomi dan persiapan Pemilu Serentak 2024 yang akan digelar pada 14 Februari 2024.

Sibuk Politik, 2024 Jadi Tahun yang Penuh Guncangan bagi Krisdayanti

"Sudahlah, kita tutup wacana ini, dan fokus pada agenda pemulihan pandemi dan ekonomi," kata Andreas, Selasa, 1 Maret 2022.

Anggota Komisi I DPR RI Andreas Hugo Pareira

Photo :
PDIP Tidak Pecat Jokowi saat Masa Pilpres karena Alasan Ini

Andreas lebih jauh mengatakan secara yuridis UUD 1945 mengatur presiden dipilih kembali untuk masa jabatan 5 tahun. Jika menunda Pemilu 2024, maka kata dia, akan terjadi sejumlah konsekuensi.

Kekosongan Jabatan

Pertama, akan terjadi kekosongan jabatan semua jabatan yang dipilih oleh rakyat baik itu presiden, gubernur, bupati, walikota se-Indonesia maupun legislatif pusat, propinsi dan kabupaten, kota serta DPD.

"Kedua, harus mengamandemen UUD 1945 untuk menambah jabatan-jabatan yang dipilih oleh rakyat. Atau, presiden mengeluarkan dekrit untuk penambahan masa jabatan. Tetapi ini akan berakibat presiden melawan konstitusi, karena presiden disumpah untuk taat konstitusi," kata Andreas.

Presiden Jokowi.

Photo :
  • Biro Pres dan Media Istana Kepresidenan.

Ketiga, secara politik penambahan jabatan ini menjadi ironi setelah DPR melalui komisi II DPR bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu telah memutuskan tanggal pemungutan suara Pemilu 2024 pada 14 Februari 2024. Komisi II DPR, kata Andreas, wakil-wakil partai termasuk dari partai-partai yang Ketumnya mengusulkan penundaan pemilu.

"Ini kan menjadi aneh, akan menjadi pertanyaan masyarakat apakah ketika Komisi II DPR memutuskan tahapan pemilu tidak diketahui para Ketumnya," ujarnya.

Berbahaya Bagi Regulasi Politik

Keempat, kata Andreas, alasan ekonomi pun, tidak bisa dipertanggungjawabkan. Sebab justru dari tahun-tahun sebelumnya, saat ini dan ke depan, bangsa Indonesia berjuang untuk pemulihan ekonomi.

"Dan salah satu kunci pemulihan ekonomi adalah kepastian regulasi politik. Sehingga mewacanakan penundaan pemilu ini justru berbahaya bagi kepastian regulasi politik, yang akan berdampak bagi pemulihan ekonomi itu sendiri," ujarnya.

Dua siswa Sekolah Menengah Atas memperhatikan gambar partai politik peserta pemilu 2019 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat, Bandung, beberapa waktu lalu (Foto ilustrasi)

Photo :
  • ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Karena itu, Andreas meminta agar wacana penundaan Pemilu Serentak 2024 ditutup dan lebih berkonsentrasi untuk pemulihan ekonomi terutama agenda yang berkaitan dengan kepentingan langsung masyarakat seperti minyak goreng, harga kedelai yang mahal dan terutama mengatasi pandemi COVID-19 ini secara tuntas.

"Presiden sendiri sudah jelas mengatakan taat konstitusi, dan tidak setuju dengan penambahan jabatan atau penundaan pemilu, sehingga janganlah menyandarkan penundaan pada presiden," katanya.

Kepentingan Sesaat

Wacana penundaaan Pemilu 2024 dinilai untuk mencari kepentingan yang sesaat, bahkan harus mengorbankan bangsa dan negara.

Anggota Komisi II DPR, Syamsurizal, menuturkan wacana penundaan pemilu untuk menunda satu sampai dua tahun untuk memulihkan ekonomi dalam masa pandemi COVID-19 hanya mencari alasan yang dibuat-buat.

"Jangan ke depan ini kita mencari alasan-alasan yang dibuat-buat, jangan ke depan kita mencari alasan yang membikin, karena pepatah mengatakan lebih sulit mencari kerikil di jalan ketimbang mencari alasan," kata Syamsurizal kepada awak media, Selasa, 1 Maret 2022.

Politikus Partai Persatuan Pembangunan ini menegaskan penundaan pemilu hanya akan menjadi kepentingan sesaat. Tetapi malah mengorbankan banyak hal.

"Khususnya yang berkaitan dengan masa depan bangsa dan negara," kata Syamsurizal.

Dia menuturkan masa jabatan presiden berdasar UUD 1945 hanya dua masa periode. Dan, Presiden Jokowi sudah dua kali pemilu pada 2014 dan 2019.

"Sudah disampaikan juga Pasal 22E bahwa pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, MPR, DPRD, DPD sebagai bagian partisipasi politik masyarakat kita untuk dapat menentukan secara legitimate siapa yang akan mewakili masyarakat," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya