PDIP: Berbicara Pancasila, Harus Ubah Mentalitas Terjajah

Hasto Kristiyanto (tengah) Memberi Kuliah Umum di USK Banda Aceh
Sumber :
  • PDI Perjuangan

VIVA – Pancasila digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Maka dari itu, jika berbicara mengenai Pancasila maka mentalitas penjajah harus disingkirkan dalam diri kita.

Setidaknya hal itu yang diutarakan oleh Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, dalam keterangan pers yang diterima, Minggu 27 Februari 2022. 

Hal itu diutarakannya saat memberikan kuliah umum "Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila di Kalangan Sivitas Akademika Perguruan Tinggi Menuju Indonesia Emas 2045", di Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Provinsi Aceh.

Hasto mengaku terhomat bisa berada di Universitas Syiah Kuala (USK), Banda Aceh. Perlu diketahui, antara kampus ini dengan Proklamator Bung Karno atau Soekarno, punya rekam jejak yang cukup kuat. 

Rektor USK Prof.Dr.IR Samsul Rizal sempat mengajak Hasto dan Ketua DPP PDIP Rokhmin Dahuri melihat Tugu Darussalam. Untuk diketahui, Presiden Soekarno pada tanggal 2 September 1959, meresmikan Tugu Darussalam dan membuka Fakultas Ekonomi, yang menjadi fakultas pertama di kampus tersebut. 

"Bung Karno selalu mengingatkan kepada kaum muda Indonesia termasuk mahasiswa dan mahasiswi Universitas Syiah Kuala untuk meletakkan, merumuskan, menempatkan cita-citamu setinggi langit. Sebab, sekiranya kau jatuh, kau jatuh di antara bintang-bintang di angkasa raya," kata Hasto mengawali sambutannya. 

"Kami sungguh sangat terhormat bisa berada di Universitas Syiah Kuala dengan rekam jejak kepemoporan yang begitu kuat," sambungnya.

Hasto mengatakan, bahwa sejatinya kampus atau universitas harus menjadi titik pusat sebuah kemajuan. Yakni dengan pengembangan pengetahuan dan teknologi. Maka menurutnya, penelitian harus didorong agar bangsa Indonesia benar-benar bisa berdiri di atas kaki sendiri atau berdikari. 

Penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi itu, tetap harus berdasarkan nilai-nilai luhur bangsa, yaitu Pancasila. Sehingga tidak mudah terpengaruh dengan semua yang datang dari luar, karena tidak semua yang masuk itu bagus.

Ridwan Kamil Minta Masyarakat Waspadai Berita Bohong di Pilkada: Jangan Sampai Terhasut

"Karena itulah memahami Pancasila apalagi berbicara revitalisasi, hanya bisa dilakukan kalau kita membongkar mentalitet kita. Mentalitet yang terjajah, mentalitet yang tertunduk yang mudah terpengaruh teori-teori dari luar, untuk kita kembangkan teori kita sendiri berdasarkan kondisi rakyat Indonesia, kebudayaan dan kondisi geografis bangsa, serta sumber daya yang dimiliki rakyat Indonesia, itu tugas perguruan tinggi," jelasnya.

Hebatnya Pancasila telah ditunjukkan oleh sejarah. Dengan Pancasila, kata dia, Indonesia bisa menjadi pemimpin di antara bangsa di dunia, dihormati di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Maka universitas perlu menggaungkan kembali spirit berdikari tersebut. Setidaknya di bidang pangan, energi, pertahanan dan keuangan. 

Hasto Bicara Pertemuan Megawati dan Prabowo, Juga Concern Kabinet Prabowo

Presiden Soekarno pernah mengatakan kalau universitas menjadi city of intellect. "Perguruan Tinggi harus menjadi infrastruktur kemajuan bangsa Indonesia. Enggak akan Indonesia maju tanpa Perguruan Tingginya maju, jangan dibalik," tutur Hasto. 

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri juga mengatakan, bahwa kunci kemajuan bangsa ada di perguruan tinggi. 

Hasto PDIP: Edy Rahmayadi Pasukan Terdepan Jika Perang, bukan Bapaknya di Depan

"Fakta menunjukkan hampir semua leader, baik presiden, gubernur, menteri sampai bupati/wali kota adalah anak kandung perguruan tinggi. Kalau kita ingin memajukan dan memakmurkan bangsa ini, maka startnya harus memperbaiki dan menjadikan kampus kita menjadi world class university," ucap Rokhmin. 

Lebih lanjut dikatakannya, hidup di era highly interconnected, kunci agar maju ada tiga. Pertama competitiveness (daya saing). Rumus kedua untuk Indonesia Emas 2045 harus mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas, dan harus inklusif, dinikmati seluruh rakyat Indonesia serta harus sustainable, katanya. 

"Tiga hal ini kita bisa capai kalau kita terapkan ekonomi berbasis Pancasila, green economy dan ekonomi berbasis digital (industri 4.0)," lanjut Rokhmin. 

Sementara Rektor USK Prof.Dr.IR. Samsul Rizal mengatakan, Indonesia patut bersyukur memiliki ideologi yang kuat, yaitu Pancasila. Idologi yang sudah teruji sebagai perekat keberagaman di Indonesia. Beragam suku, bahasa, budaya, dan agama. 

"Tapi harus kita akui nilai-nilai Pancasila yang semestinya yang menjadi landasan hidup sebagai bangsa, tapi kini nilai luhur tersebut mulai memudar dari jati diri masyarakat kita. Contoh paling sederhana, di media sosial. Bagaimana orang mudah terprovokasi dengan berita yang belum jelas kebenarannya. Ironisnya, yang menyebabkan berita hoaks tak jarang berasal dari orang berpendidikan. Orang yang semestinya jadi panutan masyarakat," katanya.

Karena itulah, USK memberikan perhatian penuh kepada upaya pembentukan karakter mahasiswa, melalui mata kuliah pembinaan karakter yang wajib diambil mahasiswa serta berbagai program pembinaan karakter lainnya. 

"Kami ingin mahasiswa Universitas Syiah Kuala tidak hanya cerdas di bidang akademik saja, tapi juga harus memiliki karakter dan integritas," urainya. 

Di akhir acara, Hasto dan Rokhmin menyerahkan sejumlah buku kepada Rektor USK. Salah satu buku itu berjudul Mustika Rasa yang atas arahan Presiden Soekarno dicetak sebagai buku resep masakan nusantara, diterbitkan tahun 1967 dan kini dicetak ulang.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya