Menag Analogikan Azan dengan Gonggongan Anjing, PPP: Pancing Kegaduhan
- VIVA.co.id/ Eduward Ambarita
VIVA – Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas kembali sorotan publik. Pernyataannya yang diduga membandingkan kumandang azan dengan gonggongan anjing dinilai tak bijak dan memancing kegaduhan.Â
"PPP menilai pernyataan Menag yang ‘mensejajarkan’ kumandang azan dengan gonggongan anjing sebagai pernyataan tidak bijak dan hanya memancing kegaduhan," kata Wakil Ketua Umum DPP PPP Arsul Sani, kepada wartawan, Kamis, 24 Februari 2022.Â
Namun, ia meyakini Yaqut tidak maksud atau kesengajaan mensejajarkan kumandang azan dengan gonggongan anjing.Â
"Saya yakin Menag tidak bermaksud mendegradasi kumandang azan sebagai tanda waktu masuk dan panggilan salat bagi umat Islam dengan perumpamaan gonggongan anjing tersebut," ujarnya.
Menurut dia, semua pihak seharusnya memahami ada sensitivitas di kalangan umat Islam tentang hal-hal yang terkait dengan agama. Maka itu, Yaqut disarankan untuk memilih diksi-diksi dan analogi yang tepat dan baik.Â
Apalagi, ia mengingatkan status Yaqut merupakan pejabat publik dengan menempati posisi Menag.
"Maka pilihan diksi dan contoh-contoh kejadian dalam komunikasi publik. Para pejabat negara mesti hati-hati, ketidakpedulian terhadap diksi yang tepat dan bijak dari siapapun," lanjut Arsul
Termasuk publik figur seperti pejabat tinggi negara akan menghasilkan reaksi naiknya tensi politik identitas yang semestinya menjadi tugas kita semua untuk meminimalisasinya bukan memperbesar ruangnya," jelas Arsul.
Ucapan Yaqut jadi heboh karena membandingkan aturan toa masjid dalam kumandang azan dengan gonggongan anjing. Dia menyampaikan demikian saat di Pekanbaru, Riau, Rabu kemarin.Â
Dia awalnya kepada wartawan menjelaskan tujuan dibuatnya Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 terkait aturan pengeras suara atau toa di masjid.
Yaqut mengatakan aturan ini dibuat untuk mendukung hubungan antarumat beragama agar lebih harmonis. Namun, ia menekankan aturan itu bukan berarti melarang masjid atau musala menggunakan toa dalam mengumandangkan azan.Â
Menurutnya, salah satu aturan itu seperti mengatur volume suara toa saat kumandangkan azan agar tidak terlalu keras melebihi 100 desibel.Â
Dia beralasan karena Indonesia berpenduduk mayoritas Muslim sehingga punya banyak masjid dan musala. Kata Yaqut, hampir setiap 100-200 meter terdapat masjid atau musala.Â
"Kita bayangkan. Saya Muslim, saya hidup di lingkungan nonmuslim. kemudian, rumah ibadah mereka membunyikan toa sehari lima kali dengan keras secara bersamaan, itu rasanya bagaimana?" tutur Yaqut di Pekanbaru, Riau, Rabu kemarin.Â
Yaqut pun melontarkan contoh yang menyinggung perbandingan dengan gonggongan anjing.
"Contohnya lagi, misalkan tetangga kita kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya menggonggong di waktu yang bersamaan, kita terganggu tidak? Artinya semua suara-suara harus kita atur agar tidak menjadi gangguan," kata Yaqut.
Â