JHT Buat Bertahan Hidup, Gerindra Minta Aturan Cair Usia 56 Dikaji
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA – Partai Gerindra meminta pemerintah untuk mengkaji ulang, terkait dengan pencairan Jaminan Hari Tua atau JHT untuk para peserta PBJS, yang baru bisa cair jika sudah memasuki usia 56 tahun.
Itu disampaikan oleh Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Putih Sari. Seperti yang dikutip VIVA dalam laman resmi Instagram Partai Gerindra @gerindra.
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), bahwa pencaran baru bisa dilakukan saat umur 56 tahun. Aturan itu termuat dalam Pasal 3 peraturan tersebut.
Putih Sari yang juga anggota DPR RI itu menegaskan, tidak sedikit masyarakat yang harus kehilangan pekerjaan akibat pandemi COVID-19 saat ini. Maka fakta di lapangan bahwa JHT inilah yang digunakan untuk mereka bertahan hidup. Maka dia mendesak, perlu pemerintah meninjau ulang aturan tersebut.
"Memang realitanya banyak pekerja yang setelah terkena PHK memanfaatkan pencarian dana JHT tersebut untuk bertahan hidup. Sedangkan usianya belum mencapai 56 tahun. Untuk itu sebaiknya Permenaker Nomor 22 Tahun 2022 dikaji kembali dan sebelum diberlakukan ada sosialisasi yang jelas ke masyarakat," katanya, dikutip Senin 14 Februari 2022.
Tuai Banyak Protes
Sebelum itu, aturan baru tentang dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang boleh dicairkan ketika berusia 56 tahun tersebut menuai protes dan penolakan dari berbagai pihak. Aturan yang tertuang dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tersebut juga disorot oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Sebelumnya, Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan bahwa aturan tersebut sampai diberlakukan maka sama dengan melanggar hak dan merugikan para pekerja. Dia merasa heran dengan kebijakan pemerintah yang menahan JHT yang merupakan hal pekerja hingga usia 56 tahun.
Lebih lanjut, Tulus mengatakan mungkin saja ada niat baik pemerintah dengan diterapkannya aturan baru tentang JHT tersebut. Misalnya adalah saat seorang pekerja sudah memasuki usia 56 tahun dan memerlukan biaya, maka ia bisa memakai dana tersebut menjadi manfaat untuk mereka.
Walaupun demikian, kata Tulus, aturan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan buruh atau pekerja dengan kondisi saat ini yang kerap terjadi pemutusan hubungan kerja atau PHK. Aturan ini tentunya akan merugikan pekerja yang terkena PHK atau memutuskan pensiun sebelum usia 56 tahun.
Petisi Penolakan
Masyarakat juga membangun penolakan terkait JHT ini melalui sebuah petisi. Yakni petisi “Gara-gara aturan baru ini, JHT tidak bisa cair sebelum 56 Tahun”. Petisi di Chance.org tersebut sudah ditandatangani lebih dari 337 ribu orang.
Dalam petisi ini, ada dua pasal yang menjadi fokus utama. Pertama, pasal 3 yang menyatakan bahwa manfaat JHT baru bisa diberikan saat peserta memasuki masa pensiun di usia 56 tahun. Kedua, pasal 4 yang menyatakan bahwa manfaat JHT untuk peserta yang mencapai usia pensiun itu juga termasuk peserta yang berhenti bekerja.
Hal ini tentunya dirasa sangat merugikan para pekerja yang hanya mengandalkan uang tersebut bila terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau keluar dari pekerjaan.