Soal Penundaan Pilpres 2024, Nasdem Taat pada Konstitusi

Partai Nasdem.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA - Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali, turut merespons pernyataan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, terkait penundaan Pilpres 2024. Ali menilai apa yang disampaikan Bahlil itu terbatas di lingkup dunia usaha.

Tuduhan Cawe-cawe di Tahun Terakhir Jokowi Jadi Presiden

Komunitas Pengusaha

"Perspektif yang disampaikan Pak Bahlil sebagai Menteri Investasi, dia tentunya melihat, menyampaikan apa yang didengar di dalam komunitasnya. Jadi dia komunitasnya adalah usaha dia mendengarkan pernyataan komunitas usaha yang kemudian merasa nyaman dengan situasi hari ini," Ali kepada wartawan, Rabu, 12 Januari 2022.

Anies-Ganjar Kalah, Pilpres 2024 Panggung Politik Prabowo jadi RI 1

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.

Photo :
  • Repro video.

Ali menuturkan Bahlil kemudian menyampaikan atau meneruskan pembicaraan di dalam komunitas usaha tersebut. Tapi, ia meyakini bahwa hal itu tidak merepresentasikan apa yang diinginkan oleh Presiden Jokowi dan juga masyarakat seluruhnya.

Golkar Rayakan Hari Ibu dengan Bedah Buku dan Pemberdayaan Perempuan

"Karena harapan dunia usaha itu tidak merupakan keputusan," katanya.

Baca juga: Soal Masa Jabatan Presiden, DPD Ingatkan Candu Kekuasaan

Taat UUD 1945

Ali menegaskan bahwa partainya taat pada UUD 1945 yang mengatur bahwa masa jabatan presiden maksimal hanya dua periode. Selain itu, undang-undang yang ada saat ini juga mengamanahkan bahwa pemilu digelar pada 2024.

"Nasdem berpegang pada aturan konstitusi bahwa masa jabatan seorang presiden itu lima tahun bisa dipilih lagi menjadi dua periode," tegasnya.

Penundaan Pemilu 2024

Sebelumnya, Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa kalangan pengusaha menginginkan pemilu tahun 2024 diundur. Hal ini dia sampaikan saat memberikan tanggapan hasil survei Indikator Politik Indonesia terkait masa jabatan Presiden Joko Widodo ditambah menjadi hingga 2027 akibat pandemi COVID-19.

"Di dunia usaha rata-rata mereka memang berpikir adalah bagaimana proses demokrasi ini dalam konteks peralihan kepemimpinan kalau memang ada ruang untuk dipertimbangkan dilakukan proses untuk dimundurkan jauh lebih baik," kata dia Minggu, 9 Desember 2022.

Menurut Bahlil, ini karena kalangan pengusaha baru merasa selesai babak belur dengan persoalan kesehatan akibat COVID-19. Dalam masa pemulihan tidak ingin diganggu persoalan politik.

Di sisi lain, dia melanjutkan, persoalan memajukan dan memundurkan pemilu dalam sejarah bukan sesuatu yang haram dilakukan. Dia mencontohkan saat terjadinya krisis pada 1997-1998.

"Memajukan pemilu atau memundurkan pemilu dalam sejarah bangsa itu bukan sesuatu yang diharamkan juga, karena tahun 1997 kita pemilu kan harusnya 2002, karena kita pemilu lima tahun sekali, tapi kita majukan karena persoalan krisis waktu itu, ya, reformasi," tegas Bahlil.

Oleh sebab itu, dia menekankan, yang harus menjadi cara pandang dalam menyikapi pemilu saat ini adalah apa kepentingan dominan yang dibutuhkan masyarakat.

"Di Orde Lama kita juga sekian lama melakukan pemilu, tinggal kita lihat kebutuhan bangsa kita ini apa, apakah menyelesaikan persoalan pandemi COVID-19? Bagaimana memulihkan ekonomi? Atau bagaimana kita memiliki kepemimpinan baru lewat pemilu?" ujarnya.

Survei Indikator

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi mengungkapkan bahwa hasil survei terkait tambahan masa jabatan Presiden Joko Widodo hingga 2027 atas dasar penanggulangan COVID-19.

Yang mengatakan sangat setuju dan setuju atas wacana itu, katanya. mencapai 35,5 persen, sedangkan jumlah yang mengatakan kurang setuju sebanyak 32,9 persen dan tidak setuju 25,1 persen.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya