Ketua GP Ansor: Dai NU Ketinggalan Memanfaatkan Media Sosial

Ketua GP Ansor, Rahmat Hidayat Pulungan
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-34 akan dihelat di Lampung pada 22-24 Desember ini. Muktamar diharapkan jadi ajang untuk dilakukan evaluasi dan pembenahan) secara internal di tubuh organisasi PBNU.

Sosok Usman Ali Salman, Tokoh yang Tertawa Paling Keras saat Gus Miftah Hina Penjual Es Teh

Demikian disampaikan Ketua GP Ansor, Rahmat Hidayat Pulungan. Dia mengatakan, sebagai organisasi massa Islam terbesar di Tanah Air, NU memerlukan banyak terobosan dalam bidang pendidikan dan sumber daya manusia.

Dia menyebut hingga saat ini bidang-bidang tersebut di kalangan NU masih tertinggal. Ia pun membeberkan sejumlah kekurangan dalam bidang pendidikan di dalam NU sendiri, terutama dalam hal kualitasnya.

Penjual Es Teh yang Dihina Gus Miftah Diangkat Jadi Anggota Kehormatan Banser

Merujuk hasil risetnya, NU memiliki 7.462 sekolah yang terdiri dari SD, SMP, SMK dan SMA. Namun, di antara sekolah itu, tidak ada satu pun yang memiliki peringkat 100 besar. Selain itu, NU juga memiliki 44 kampus yang berdiri di bawah naungan NU. Namun, nasibnya sama, tidak ada yang masuk peringkat 100 besar.

"Untuk kampus yang terakreditasi A pun hanya satu, dan itu-itu saja, yakni Universitas Islam Malang (Unisma)," kata Rahmat.

Ansor Minta Wacana Iseng Polri di Bawah Kemendagri Diakhiri, Lebih Baik Fokus Penguatan SDM

Dia melanjutkan, NU masih ketinggalan dalam hal kualitasnya. Ia menyebutkan, NU memiliki sekitar 43 rumah sakit. Namun, tak memiliki fasilitas dan layanan kesehatan yang lengkap.

"Rumah sakit di bawah naungan NU memang sebanyak 43 unit. Namun, tidak termasuk rumah sakit fasilitas dan layanan kesehatan lengkap," lanjut Rahmat.

Pun, terkait sumber daya manusia (SDM), cendekiawan yang dilahirkan dari kalangan NU hanya di bidang itu-itu saja. Begitu juga kualitas pendidikan, kesehatan dan SDM yang kurang akan berdampak pada kesejahteraan warga Nahdliyin.

Nahdlatul Ulama. (Foto ilustrasi).

Photo :
  • ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Dia menyebutkan, mayoritas orang muslim Indonesia yang miskin adalah warga NU. Sementara, di sisi lain sebanyak 59,7 persen orang muslim kelas menengah dekat dengan NU.

"Oleh karena itu, tranformasi organisasi itu penting untuk mengubah warga NU agar lebih baik dalam segala bidang. NU perlu berbenah total," jelasnya.

Perlu pemimpin visioner

Rahmat juga menyinggung soal kesiapan NU dalam menghadapi masyarakat baru. Bagi dia, NU membutuhkan pemimpin visioner di dalam masyarakat.

Ia menjelaskan, saat ini masyarakat Indonesia sudah memasuki era virtual saat sebagian besar orang beraktivitas di ruang-ruang digital. Hal ini termasuk aktivitas belajar.

Menurutnya, masyarakat mulai dari kalangan balita, anak muda sampai orang tua, sebagian besar lebih memilih belajar apapun melalui media sosial seperti YouTube. Namun, terjadi pergeseran medium belajar dari konvensional seperti tatap muka menuju ruang digital.

Ruang-ruang digital tersebut seharusnya menjadi ranah strategis bagi NU untuk berdakwah menebarkan Islam rahmatan lil alamin. Tapi, ia merasa ruang-ruang itu belum dimanfaatkan sebaik mungkin oleh para tokoh dan pengurus NU.

Ia menyebutkan, sejumlah dai NU yang memiliki akun YouTube untuk media dakwah hanya sedikit. Orangnya pun masih itu-itu saja.

Contohnya akun YouTube Gus Miftah baru memiliki 782.000 pengikut. Lalu, Gus Muwafiq sebanyak 146.000 pengikut. Kemudian, KH Mustafa Bisri atau Gus Mus sebanyak 129.000 subscriber.

Di sisi lain, dai dari luar NU yang kadang kerap menampilkan Islam galak memiliki jumlah pengikut yang mencapai jutaan. Kemudian, dai NU di Instagram pun memiliki jumlah pengikut yang sedikit. Gus Miftah memiliki 1,9 juta followers, Gus Muwafiq 277.000 follower dan Gus Mus 37.600 followers.

Sementara, pendakwah di luar NU memiliki jumlah pengikut yang lebih banyak. Bahkan ada yang memiliki pengikut sampai 5,8 juta. 

"Ini artinya dai NU itu benar-benar ketinggalan dalam memanfaatkan media sosial," katanya.

Maka itu, lanjut Rahmat, menjelang Muktamar NU yang salah satu agendanya memilih pemimpin PBNU, ia berharap tokoh yang terpilih adalah pemimpin visioner. Dengan demikian, figur tersebut mampu membawa NU lebih maju dalam segala bidang di masyarakat baru ini.

"Kami berharap PBNU dipimpin oleh tokoh yang visioner agar bisa mengimbau masyarakat baru yang serba digital dan cepat ini," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya