Kontroversi Pilkada 2022 Diundur ke 2024
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA - Pemerintah dan DPR memastikan akan mengundurkan jadwal pilkada dari yang awalnya pada 2022 menjadi 2024 di tahun 2021 ini. Hal itu mendasarkan pada UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 itu dalam Pasal 201 ayat 8 disebutkan pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada November 2024.
Keputusan tersebut tentunya memberikan dampak bagi sirkulasi kekuasaan di daerah. Berikut ini sejumlah akibat dan kontroversi dari pengunduran pilkada dari 2022 ke 2024:
1. Tampilnya Para Pejabat Sementara
Bagi kepala daerah yang masa jabatan habis pada 2022 dan 2023, Kementerian Dalam Negeri akan mengangkat pejabat sementara sampai terpilih kepala daerah yang baru.
Sejumlah kepala daerah yang masa jabatannya habis sebelum 2024 antara lain Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (2022), Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (2023), Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (2023), Gubernur Banten Wahidin Halim (2022) dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (2023). Dengan demikian, posisi mereka akan digantikan pejabat sementara.
2. Kembalinya Dwi Fungsi ABRI
Masih terkait soal penunjukkan pejabat sementara bagi daerah-daerah yang kepala daerahnya habis masa jabatan pada 2022 dan 2023. Belakangan, muncul wacana pejabat sementara tersebut ditunjuk dari kalangan perwira tinggi TNI dan Polri.
Tentu hal tersebut menimbulkan persoalan baru. Anggota DPR Fraksi PKS, Bukhori Yusuf, mengkritik opsi tersebut lantaran khawatir berpotensi membangkitkan kembali dwi fungsi ABRI.
"Apakah itu semacam prakondisi menuju dwi fungsi ABRI jilid dua? Jika benar akan memberikan peluang, maka akan lebih parah daripada Orde Baru yang pernah dibuat gagal akibat sistem dwi fungsi ini," kata Bukhori, Senin, 27 September 2021.
Dia menjelaskan, opsi Pj kepala daerah dari TNI-Polri juga diduga sebagai indikasi pemerintah untuk kepentingannya.
"Itu juga bisa dibaca sebagai satu indikasi pemerintah yang sedang menggiring negara ini pada rezim otoriter kembali," kata Bukhori.
Baca juga: Wacana Pj Kepala Daerah dari TNI-Polri, Bukhori Yusuf Khawatirkan Ini
3. Pemilu 2024 Sangat Berat karena Ditumpuk
Pemunduran Pilkada ke 2024 menimbulkan berbagai persoalan. Tidak hanya masalah kontestasi politik tapi juga teknis.
Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, menyampaikan pelaksanaan Pemilu serentak 2024 sangat berat. Hal ini karena digelar secara serentak antara pemilihan presiden dan pemilihan legislatif.
Doli menambahkan pelaksanaan makin berat karena ada pelaksanaan pemilu kepala daerah atau pilkada yang berselang hanya dalam waktu singkat.
“Terus terang saja, saya menganggap Pemilu 2024 adalah pemilu yang sangat berat ketika ditumpukkan antara pemilu presiden, pemilu legislatif dalam satu hari. Kemudian, beberapa bulan dilaksanakan pilkada serentak di 514 kabupaten-kota dan 33 provinsi, kecuali Yogyakarta," kata Doli saat diskusi virtual pada Senin, 1 November 2021.
Untuk diketahui, pemerintah, DPR, dan juga penyelenggara pemilu sejauh ini sepakat hari-H pencoblosan Pemilu Serentak 2024 adalah hari Rabu 28 Februari 2024, kedua hari-H pencoblosan Pilkada Serentak 2024 adalah hari Rabu 27 November 2024.
Baca juga: DPR: Terus Terang, Pemilu 2024 Sangat Berat karena Ditumpuk
4. Bisa Jadi Mesin Pembunuh
Wakil Ketua Komisi II DPR, Luqman Hakim, mengingatkan jangan sampai Pemilu 2024 menjadi mesin pembunuh bagi para petugas yang menyelenggarakannya. Karena jadwal antara pemilu nasional dan pilkada yang berdekatan.
Menurut Luqman, Indonesia harus mengambil pelajaran dari pemilu 2019 dimana banyak petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang tumbang. Jangan sampai peristiwa tersebut terulang dan menimbulkan banyak korban jiwa apabila pemilu dilakukan pada bulan Mei 2024.
Baca juga: PKB Ingatkan Pemilu 2024 Jangan Jadi Mesin Pembunuh Petugas KPPS
5. Hambat Anies Jadi Presiden
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid curiga pengunduran pilkada dari 2022 menjadi 2024 hanya untuk mematikan pesaing politik tertentu. Dalam hal ini Anies Baswedan yang digadang-gadang menjadi calon presiden potensial.
"Ada isu di masyarakat bahwa penundaan Pilkada 2022 ke 2024 ini dilakukan karena Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan habis masa jabatannya pada 2022. Beliau disebut dihambat untuk dipilih kembali sebagai Gubernur DKI karena berpotensi besar untuk maju dalam Pilpres 2024," kata HNW.
"Kalau benar ada alasan yang seperti itu, sangat disayangkan sekali, karena hanya untuk menghambat Anies, ada ratusan pilkada di banyak daerah yang dikorbankan," ujar eks Presiden PKS itu.
Baca juga: HNW: Disayangkan Jika Pilkada Digelar 2024 Hanya untuk Hambat Anies