Ramalan Arief Poyuono Soal Pilpres 2024, Anies hingga Prabowo Sulit

Eks Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono
Sumber :
  • Facebook Arief Poyuono

VIVA – Mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono menggunakan ramalan dari Jongko Jayabaya sebagai patokan dalam membaca siapa sosok pengganti Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 2024 mendatang.

Bobby Nasution Unggul Hitung Cepat di Pilgub Sumut, Jokowi: Yang Menang Harus Tetap Rendah Hati

Ia meyakini Jongko Jayabaya sebuah ramalan dari Raja Kediri, Prabu Jayabaya (1135-1157 M). Di mana, dalam Jangka Jayabaya tersebut memberikan petunjuk pemimpin memiliki nama dengan akhiran yang jika diakronimkan menjadi ‘Notonegoro’.

"Kalau masih bingung, ya namanya Notonegoro bisa jadi presiden diakhirannya (namanya)" kata Arif Poyuono melalui keterangannya pada Senin, 6 Desember 2021.

Analisis Pengamat soal Penyebab Utama PDIP Usung Andika-Hendi Kalah di Jateng

Baca juga: Sadis, Ayah Ikat Kaki dan Tangan Anaknya Lalu Dibuang ke Bendungan

Menurut dia, dalam serat Jongko Jayabaya yang ditulis Prabu Jayabaya itu terdapat ramalan mengenai pemimpin di Indonesia yang terkandung dalam kata ‘Notonegoro’. ‘Noto’ memiliki arti menata, dan ‘Negoro’ artinya negara.

Pengamat Politik: Kekalahan PDIP di Pilkada Jateng Pengaruh Prabowo dan Jokowi

“Ramalan Jangka Jayabaya ini hidup dalam kosmologi politik Jawa seiring dengan kepercayaan Mesianistik atau Ratu Adil, yang disebut masyarakat Jawa sebagai Satria Piningit,” ujarnya.

Arief menyebut akhiran ‘No’ merujuk pada Soekarno, ‘To’ pada Soeharto, lalu ‘No’ kedua melekat pada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sementara BJ Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan Megawati Soekarnoputri tidak masuk dalam hitungan karena mereka tidak sampai lima tahun memimpin.

“Kita lihat negara kita tahun 99-2004, apa yang terjadi? Maluku Utara bergetar, Poso bergetar, bom dimana-mana. Karena pemimpin itu tidak ada di dalam Jongko Joyoboyo,” jelas dia.

Sementara, kata Arief, sosok yang kemudian masuk ramalan kembali kepada ’No’ karena menjadi Presiden setelah Presiden SBY adalah Jokowi, yang memilili nama kecil Mulyono. 

"Jokowi saat lahir nama aslinya Mulyono. Namun, ibunya mengganti nama jadi Joko Widodo. Jadi Jokowi masuknya di ‘No’, Mulyono," ucapnya.

Berdasarkan urutan Notonegoro dari Jangka Jayabaya tersebut, kata Arief, setidaknya ada tiga nama yaitu Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Numantyo. Dari tiga nama, ada dua orang masuk radar calon presiden potensial menurut hasil lembaga survei.

"Hanya dua tokoh yang masuk Jongko Joyoboyo, Notonogoro sebagai penerus Jokowi, yaitu Airlangga Hartarto dan Ganjar Pranowo," katanya.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo

Photo :
  • Istimewa

Bahkan, lanjut dia, Airlangga, Ganjar juga telah memenuhi syarat berikutnya sebagai presiden yakni harus orang Jawa, lahir di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

"Jadi seperti itu. Saya bukan enggak percaya sama lembaga survei, saya sangat percaya lembaga survei. Tetapi, saya juga mempercayai berkah kata-kata leluhur orang Jawa,” kata Arief.

Oleh karena itu, Arief yakin selain kedua nama itu akan sulit menjadi Presiden Republik Indonesia. Nama-nama seperti Gubernur DKI Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, hingga Ketua DPR Puan Maharani dinilai berada diluar Jongko Joyoboyo.

Bahkan, kata Arief, apabila bukan Ganjar atau Airlangga yang menjadi Presiden, maka kemungkinan Jokowi kembali akan menjadi Presiden RI karena menggenapi Notonegoro dari Jangka Jayabaya.

"Kalau Airlangga atau Ganjar tidak bisa, Jokowi lagi tiga periode. Kan sekarang kita mau ada presiden tiga periode, masih ada pendukungnya, kemungkinan bisa terjadi. Kalau di amandemen, presiden boleh tiga periode,” tandasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya