Ambang Batas Presiden Dinilai Bikin Parpol Tak Leluasa Usung Jagoannya
- Antara/ Fanny Octavianus
VIVA - Ambang batas presiden atau presidential threshold (PT) dinilai merugikan partai politik. Dengan adanya aturan tersebut, mereka menjadi tidak leluasa dalam mengusung calon presiden.
Bebas dari Belenggu Oligarki
Direktur Eksekutif Indo Parameter, Tri Wibowo Santoso, berharap semua partai politik di Senayan bersepakat untuk menghapuskan ambang batas presiden agar Indonesia bebas dari belenggu oligarki dan demokrasi dapat sehat kembali. Lagipula, lanjut Bowo, sapaan akrabnya, penghapusan PT memberikan peluang besar bagi partai politik untuk menjagokan figurnya sendiri tanpa harus berkoalisi.
"Kalau PT dihapus, maka parpol kan bisa mengusung jagoannya tanpa harus berkoalisi," kata Bowo di Jakarta, Selasa, 30 Desember 2021.
Selain itu, Bowo menilai aturan ambang batas pencalonan presiden juga threshold untuk pemilihan gubernur dan bupati, tidak hanya merusak demokrasi di Indonesia. Syarat itu juga melanggengkan bisnis jahat yang dilakukan para oligarki.
Baca juga: Refly Harun Usul Presidential Threshold Dihapus: Demokrasi Sehat
Pemimpin Bisa Dikendalikan
Dia mengatakan aturan PT memberikan peluang bagi oligarki untuk mensponsori figur calon pemimpin yang bisa dikendalikan agar bisnis jahatnya bisa berlanjut.
"Aturan PT membuat bargaining power atau daya tawar partai politik semakin tinggi. Bila ada anak bangsa yang kredibel, berintegritas, dan hebat mau maju menjadi pemimpin bangsa tapi tak punya kapital, maka jangan harap bisa berkompetisi. Karena, biaya mahar politik guna mendapatkan tiket pilpres sangat mahal," kata dia.
Mahar Politik
Bowo melanjutkan mahar politik yang tidak murah inilah yang dijadikan peluang bagi oligarki untuk mensponsori figur yang ingin maju sebagai presiden. Tentunya, menurut Bowo, biaya yang dikeluarkan oleh para oligarki bukan gratisan. Karena, bila sosok pemimpin yang dibiayainya itu terpilih maka kepentingan para oligarki harus diakomodir dengan baik.
"Misal dalam konteks Omnibus Law terkait UU Cipta Kerja sudah sangat jelas merugikan buruh, karena ada kebijakan upah murah, hilangnya pembatasan jenis pekerjaan yang bisa di outsourcing, berkurangnya kompensasi pesangon, dan semakin mudah melakukan PHK, serta masuknya tenaga kerja asing dengan mudah," kata Bowo.
Kemudian, masih soal Omnibus Law terkait UU Minerba, Bowo mengatakan para pengusaha batu bara tak perlu lagi membayar royalti, sehingga negara kehilangan pemasukan triliunan rupiah. Lalu, masyarakat bisa dipolisikan bila menolak tambang.
"Masyarakat juga tidak bisa lagi mengadu ke pemda, dan tambang bisa beroperasi meski merusak lingkungan," kata Bowo.