Legislator PKS Sebut Ahok Bicara Seolah-olah Bukan Bagian Pertamina
- vstory
VIVA – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menyoroti perseteruan antara Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga dengan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Keduanya saling melempar sindiran setelah Ahok menyebut banyaknya kontrak yang bermasalah yang justru merugikan BUMN, termasuk Pertamina.
Mulyanto mengatakan, sebagai Komisaris Utama, Ahok harusnya bisa membantu Pertamina mencari jalan keluar atas masalah yang dihadapi, bukan malah memperkeruh suasana dengan bicara sembarang. Dia menambahkan, komisaris ikut bertanggung jawab atas kinerja perusahaan yang dipimpin.
"Jadi bila beberapa waktu lalu Presiden memarahi Direktur Utama Pertamina maka sama artinya Presiden sedang memarahi Dewan Komisaris pula. Ahok harusnya paham dengan sistem tanggung renteng dalam pengelolaan perusahaan negara ini. Bukan malah bicara seolah dirinya bukan bagian dari Pertamina," kata Mulyanto, Selasa, 30 November 2021.
Sebagai komisaris utama, kata Mulyanto, Ahok harusnya banyak bekerja bukan malah banyak bicara. "Dia tidak bisa lepas tangan dengan kondisi Pertamina sekarang," ujarnya.
Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengingatkan, Pertamina punya tugas berat untuk menekan impor BBM termasuk gas LPG, yang selama ini menyumbang signifikan bagi defisit transaksi perdagangan, khususnya sektor migas. Pertamina juga harus melaksanakan transformasi pemanfaatan energi fosil menjadi energi yang lebih bersih melalui strategi transisi energi.
"Jadi ketimbang bising di media atau berpolemik dengan kementerian BUMN, yang merupakan induknya, Ahok lebih baik fokus mendorong pembangunan kilang GRR Tuban," ujarnya.
Selama hampir 25 tahun sejak pengoperasian RU (Refinery Unit) VII Kasim di Papua tahun 1997, menurutnya, praktis tidak ada pembangunan kilang baru Pertamina.
Pertamina berencana menambah dua kilang baru, yakni Kilang GRR Tuban dengan kapasitas terpasang 300 ribu bph (barel per hari) dan Kilang Bontang. Namun realisasinya belum meyakinkan, pembangunan Kilang Tuban terus molor, sedang pembangunan Kilang Bontang dibatalkan.
Dari total 6 buah kilang yang ada dihasilkan BBM sebanyak 850-950 ribu bph. Dengan kebutuhan BBM hari ini yang sebesar 1.6 juta barel, kekurangannya sebesar 800 ribu bph dipenuhi dari impor, yang mendominasi defisit transaksi migas tanah air sebesar 7 milyar USD ditahun 2020.