MPR Ingin Dibuat Matriks Pro dan Kontra Amandemen UUD 1945

Wakil Ketua MPR, Arsul Sani.
Sumber :
  • VIVAnews/ Fajar Ginanjar Mukti.

VIVA – Rencana Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR, untuk melakukan amandemen UUD 1945 terutama menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dengan nama baru Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN), menuai reaksi pro dan kontra.

Waka MPR Ibas ke Mahasiswa di Gedung DPR: Anda Mau Jadi Politisi, Disini Tempatnya

Sejak wacana amandemen bergulir sampai dengan saat ini, sudah dilakukan berbagai kegiatan untuk menyerap aspirasi dan mencari masukan publik. Hal itu untuk mengetahui sejauh mana tingkat penerimaan masyarakat terkait rencana MPR tersebut.

"Setelah menggelinding dilontarkan oleh MPR, kita mendapat berbagai respon dari masyarakat. Dari akademisi, penggiat konstitusi, LSM, aktivis demokrasi, dan elemen masyarakat yang lainnya," kata Wakil Ketua MPR Arsul Sani, kepada wartawan, Minggu 24 Oktober 2021.

Ketua MPR Harap Trump Mampu Redam Konflik di Sejumlah Kawasan

Wakil Ketua Umum PPP itu menambahkan, setelah berbagai kegiatan dilaksanakan, sudah saatnya dilakukan pemilahan. Yakni antara kelompok yang mendukung dan menolak adanya amandemen UUD 1945 untuk menghadirkan PPHN. Sehingga dalam wacana ini ada sebuah langkah maju, tidak hanya sebatas perdebatan yang tak ada progresnya.

Pimpinan MPR bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor

Photo :
  • Rilis pers
MPR Beri Catatan Khusus kepada Pemerintah untuk Uji Coba Program Makan Bergizi Gratis

"Kita harus sudah membuat matriks setelah satu tahun ini diluncurkan maka perlu matriks, matriks pro dan kontra. Jadi yang mendukung itu argumentasi apa saja dan kemudian yang argumen yang kontra apa saja, supaya diskursus kita di ruang publik itu ada progresnya," jelas Arsul. 

Perlu Langkah Maju

Matriks untuk pro dan kontra diperlukan, jangan sampai, lebih lanjut dipaparkan Asrul, kita terjebak hanya pada perdebatan PPHN perlu atau tidak perlu dan akan diwadahi dengan Undang-undang atau cukup hanya dengan TAP MPR saja. Sebab jika masih terjebak dalam perdebatan itu, tidak akan ada langkah maju ke depannya.

"Tidak lagi bolak-balik apa sekedar kemudian mengatakan bahwa PPHN itu perlu dan posisinya kemudian pilihannya antara undang-undang atau TAP MPR, tidak lagi seperti itu," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya