Kritik Proyek Kereta Cepat, Elite Gerindra Sarankan Ini ke Pemerintah
- ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
VIVA – Kebijakan Presiden Jokowi yang mengizinkan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung masih disorot. Apalagi diketahui anggaran proyek kereta cepat itu membengkak.
Anggota Dewan Pakar Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, menilai anggaran proyek tersebut tidak rasional. Hal ini lantaran mengalami pembengkakan biaya sebesar 2 miliar dolar AS dari 6,07 miliar dolar AS, sehingga total anggaran menjadi 8 miliar dolar AS atau setara Rp114 triliun.
"Ini merupakan pembekakan biaya fantastis, karena nilai penawaran awal dari China sebesar 5,55 miliar dolar AS. Bila jumlah total biaya 8 miliar dolar AS maka terjadi kenaikan sekitar 2,5 miliar dolar AS atau terjadi kenaikan 40 persen lebih," kata BHS, sapaan akrabnya dalam keterangannya, Jumat, 15 Oktober 2021.
Dia menekankan, pembengkakan biaya seharusnya tak dibebankan kepada APBN. Ia menyampaikan demikian karena merujuk perjanjian awal dengan China pada saat pelelangan.
"Maka BPK diharapkan mengaudit anggaran kereta cepat tersebut," lanjut eks anggota DPR tersebut.
Pun, ia bilang pembengkakan biaya sebesar 2 miliar dolar AS itu akan membebani masyarakat. Sebab, investasinya sebagian besar menggunakan uang rakyat dari APBN.
Menurutnya, masyarakat juga akan kesulitan untuk mendapatkan tarif murah bila menggunakan kereta cepat Jakarta-Bandung. Ia menilai nanti transportasi ini akan jadi tidak ekonomis sehingga akhirnya bisa tak diminati masyarakat.
Dia paham keinginan pemerintah dengan proyek kereta cepat juga ingin menumbuhkan ekonomi yang besar dan menampung banyak jumlah tenaga kerja.
"Tetapi seharusnya Pemerintah bisa melakukan investasi dengan skala prioritas pembangunan yang lebih efektif dan efisien, guna menumbuhkan ekonomi dan menampung tenaga kerja yang jauh lebih besar," tutur Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur tersebut.
Dia menyebut salah satu prioritas pembangunan yang efektif seharusnya mengoptimalkan pembangunan Jalur Kereta Api Trans Sumatera. Sebab, jalur itu masih kurang sekitar 1.500 kilometer.
Merujuk data Kementerian Perhubungan, ia bilang jika memprioritaskan jalur tersebut ditaksir menghabiskan sebesar Rp45 triliun dengan asumsi perkilometer rel kereta api biaya sebesar Rp30 miliar.
Kemudian, ia menyebut proyek tersebut juga bisa dimanfaatkan masyarakat untuk mengangkut penumpang dan logistik. Selain itu, memiliki potensial pendapatan dari penduduk Sumatera yang masih kesulitan kesulitan mendapatkan akses transportasi.
"Dan, banyaknya prasarana jalan yang mengalami kerusakan parah di wilayah Sumatera, mulai dari ujung Selatan ke Utara dan sebaliknya," kata BHS.
Pun, ia melanjutkan dengan keterbatasan jumlah rollling stock (rangkaian kereta api) di Sumatera saat ini, bisa ditambahkan dengan 200 rangkaian kereta api penumpang dan barang.
"Yang hanya membutuhkan anggaran pembangunan sebesar Rp8 triliun untuk asumsi persatu rangkaian dengan anggaran Rp40 miliar. Dan, ini mengakibatkan kenaikan hampir 3 kali lipat dari jumlah rangkaian kereta api yang ada di Sumatera saat ini," tutur BHS.
Dia mengkritik kebijakan pemerintah yang semestinya bisa mempertimbangkan skala prioritas pembangunan yang lebih efektif dan efisien. Tujuannya untuk menumbuhkan ekonomi dan serapan tenaga kerja yang jauh lebih besar serta dampak pemerataan pertumbuhan ekonomi di wilayah seluruh Indonesia.
Bagi dia, dengan anggaran Rp114 triliun sebenarnya sudah cukup membangun jalur rel kereta api Trans Sumatera dan Trans Sulawesi. "Beserta sarananya berupa ratusan rangkaian kereta api baik barang maupun penumpang," ujar BHS.