Proyek Kereta Cepat Bisa Pakai APBN, PKS: Akal-akalan Pemerintah

Anggota DPR Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam
Sumber :
  • Dok. PKS

VIVA – Anggota DPR RI Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam menyampaikan kritikan tajam terhadap dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

Dari Sungai hingga Laut, Dampak Polusi Plastik pada Ekosistem Perairan

Dia menyoroti karena dalam perpres tersebut, ada beberapa perubahan regulasi yang di antaranya proyek KCJB dapat dibiayai APBN. Menurut dia, padahal ini berlawanan dengan peraturan sebelumnya. 

Menurutnya, dalam pasal 4 ayat 2 dinyatakan pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak menggunakan dana dari APBN serta tidak mendapatkan jaminan Pemerintah

Pengamat Ingatkan Pemerintah Harus Antisipasi Penyebaran Paham Khilafah saat Pilkada

"Perpres baru hanya akal-akalan Pemerintah untuk menggunakan dana APBN untuk menyuntik proyek KCJB," kata Ecky dalam keterangannya yang dikutip pada Rabu, 13 Oktober 2021.

Terowongan Walini Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Photo :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Isu Kelompok Rentan Mesti Bisa Dipertimbangkan Cagub dalam Programnya Jika Menang Pilkada

Ecky menjelaskan skema pendanaan yang tertuang dalam Perpres baru berupa penyertaan modal negara kepada pimpinan konsorsium BUMN dan/atau penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium BUMN akan membuat APBN semakin berat. 

Dengan adanya polemik ini, Eky menilai proyek infrastruktur KCJB ini tidak memiliki perencanaan yang matang.

"Seperti tidak masuknya proyek ini dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional 2030, serta adanya ketergesa-gesaan Pemerintah dalam memutuskan proyek kereta cepat ini menyebabkan perhitungan dalam studi kelayakan kereta cepat tersebut menjadi tidak akurat," lanjut Wakil Ketua Fraksi PKS di DPR itu.

Dia menambahkan, dalam proses pembangunannnya, KCJB mengalami pembengkakan biaya atau cost overrun. Awalnya, estimasi biaya proyek kereta cepat berkisar 6,1 miliar dolar AS, kemudian terjadi lonjakan sebesar 4,9 miliar dolar AS atau setara dengan Rp69 triliun. 

Menurut Ekcy, lonjakan biaya yang muncul akibat perhitungan anggaran yang tidak akurat, pengukuran lahan tidak tepat. Selain itu, juga diduga karena keterlambatan proyek, serta biaya pendukung lainnya yang luput dianggarkan di awal. Dengan demikian, hal ini sebagai contoh buruk perencanaan Pemerintah dalam proyek KCJB. 

Selain itu, Ecky juga menuntut harus adanya audit investigasi terhadap proyek yang disinyalir akan merugikan keuangan negara.

Pun, ia menekankan kondisi yang terjadi di proyek KCJB  merupakan ironi dengan kondisi APBN. Sebab, saat ini masih harus fokus pada penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC-PEN). Kata dia, untuk PC-PEN, APBN masih berdarah-darah.

Meskipun terdapat pelonggaran defisit yang mengakibatkan utang melonjak tajam, beberapa hak rakyat kecil masih harus dipangkas dengan pengurangan berbagai subsidi. Penambahan beban pajak harus dirasakan masyarakat. Hal ini lantaran kebijakan ekstensifikasi pajak akibat shortfall yang kian dalam. 

"Artinya bahwa adanya alokasi APBN untuk hal yang tidak esensial dan lebih kepada pemenuhan hasrat Pemerintah dalam membangun proyek KCJB tersebut, akan mencederai asas atau nilai keadilan dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945," ujarnya.

Untuk diketahui, dalam proyek KCJB ini konsorsium BUMN yang terlibat adalah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT KAI (Persero).

Adapun Jokowi menandatangani Perpres 93 Tahun 2021 untuk menggantikan Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015. Salah satunya menyangkut Pasal 4 yang mengatur soal pendanaan. 

Dalam Pasal 4 Ayat (2) disebutkan, bahwa pendanaan lainnya dapat berupa pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Pendanaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal," begitu bunyi Pasal 4 Ayat (2) Perpres 93/2021 dikutip VIVA pada Minggu, 10 Oktober 2021.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya