Benny Harman: Judicial Review AD/ART Demokrat Teror di Siang Bolong
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA – Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny K Harman menilai Permohonan Judicial Review terhadap AD dan ART Partai Demokrat Hasil kongres 2020 seperti menjadi teror di siang hari bolong bagi Partai Demokrat. Meskipun JR tersebut narasinya terobosan hukum, namun di balik itu yang terasa adalah teror dengan gunakan hukum sebagai alatnya.
"Bayangkan, 4 orang eks ketua DPC yang ikut hadiri kongres PD V tahun 2020 yang lalu tiba-tiba sekarang tampil menjadi Pemohon JR di Mahkamah Agung (MA) dengan tuntutan tunggal, perintahkan Menkumham cabut pengesahan AD dan ART PD tahun 2020," kata Benny, kepada wartawan, Selasa 28 September 2021.
Jika permohonan ini dikabulkan, menurut Benny, MA jelas melabrak aturan hukum yang selama ini berlaku karena menyamakan begitu saja AD dan ART Parpol dengan peraturan Perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Benny mengungkapkan peraturan Mahkamah Agung No. 01/2011 tentang Hak Uji Materiil dengan tegas menyatakan, yang menjadi Termohon dalam permohonan keberatan hak uji materiil ialah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Parpol dalam sistem ketatanegaraan Indonesia jelas terang benderang bukan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
"Sesuai dengan Pasal 24A UUD NRI 1945, UU MA, dan Perma No.01/2011, MA hanya berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU yang bertentangan dengan peraturan yang hirarkinya lebih tinggi. AD dan ART Parpol tidak tergolong dalam jenis peraturan perundang-undangan yang menjadi obyek pengujian di MA," ujar Benny
Apabila ada anggota Parpol atau pengurus Parpol yang dirugikan akibat berlakunya AD dan ART parpol yang diputuskan dalam Kongres atau Muktamar sebagai forum pengambilan keutusan tertinggi, kata Benny, yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan kepada Mahkamah Partai atau menggugat Menkumham ke pengadilan TUN karena telah mengesahkan AD dan ART yang dihasilkan dalam Kongres Partai.
Tidak ada dasar legal bagi yang bersangkutan untuk mengajukan permohonan judicial review ke MA apalagi jika yang bersangkutan ikut dalam Kongres partai yang telah menyetujui perubahan AD dan ART tersebut.
"Pihak yang kalah voting dalam pengambilan keputusan termasuk keutusan tentang perubahan AD dan ART partai di Kongres tidak punya legal standing apapun untuk menjadi pemohon dalam menguji AD dan ART tersebut dengan UU Parpol ke MA," ujar Benny
Pengujian AD dan ART Partai Demokrat yang diajukan eks 4 ketua DPC Partai Demokrat, jika diterima MA tentu akan menjadi preseden buruk untuk kehidupan kepartaian di tanah air. Bukan hanya menerobos jalan baru untuk intervensi kekuasaan dalam urusan internal Parpol tapi akan mengganggu otonomi Parpol untuk mengurus dirinya sendiri.
"Semua Parpol akan dipaksa merombak aturan internalnya jika permohonan JR tehdap AD dan ART Partai Demokrat tahun 2020 dikabullan MA," ujarnya
Benny mengaku tetap menaruh kepercayaan penuh kepada MA untuk tetap menjaga independensinya dengan berani menolak segala upaya intervensi baik langsung maupun tidak langsung dari pihak eksternal yang akan mempengaruhi putusannya demi tegaknya keadilan.
"Politik boleh runtuh, ekonomi bisa saja morat marit, tapi keadilan di negeri ini harus tetap tegak berdiri di pundak MA," ujarnya.
Baca juga: SBY Tak Bisa Jadi Presiden Tanpa PBB, Refly Harun: Yusril Keliru