PDIP: Ada yang Tak Suka Indonesia Mendekat ke China

Politikus PDIP TB Hasanuddin (tengah)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Novrian Arbi

VIVA – Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin menyebut saat ini ada kelompok yang tidak suka kedekatan Indonesia dengan China. Hal itu dapat dilihat dari adanya penggiringan opini yang berseliweran di media sosial (Medsos) yang menyebut rezim ini adalah antek komunis hanya karena dekat dengan China. 

Brutal! Pengendara Mobil SUV Ini Tabrak Anak SD dan Orang Tua di China

Kelompok tersebut, mendesak pemerintah agar bergabung dengan aliansi Amerika Serikat (AS), Inggris dan Australia atau AUKUS

"Mereka mendesak supaya kita ikut masuk dalam blok Amerika, yang notabene ikut masuk ke dalam AUKUS, jadi AUKUSI begitu. Itu Australia, UK, US, dan I, ini sudah bergelinding, saya pernah diskusi," kata Hasanuddin, Rabu 22 September 2021. 

China Sebut Veto AS atas Resolusi Gencatan Senjata Gaza Dorong Palestina ke Kegelapan

Meski begitu, menurut Hasanuddin, ada juga kelompok lainnya, yang merupakan mantan prajurit, meminta agar Indonesia harus bersiap dengan perkembangan AUKUS. Bahkan meminta agar Indonesia melawan kerja sama AUKUS tersebut.

"Tapi juga ada teman-teman saya mantan prajurit 'Komisi I harus kuat persenjataan, kita lawan', yang dilawan yang mana? Saya yang penting jaga kedaulatan. Saya mohon 2 sisi ini, bahkan di ruangan ini bisa jadi ada mulai panas," ujarnya. 

Raksasa Elektronik China Ini Ubah Cara Pelanggan Menikmati Dingin

Hasanuddin meminta agar pemerintah mengambil sikap dengan cara diplomasi. Salah satunya pemerintah bisa mengambil keuntungan tensi politik yang kian memanas antara China dan Amerika Serikat berkaitan dengan AUKUS tersebut.

"Yang sudah diluncurkan Ibu Menlu kode etik menyelesaikan masalah di wilayah laut bila terjadi ada gesekan dengan sit and talk, duduk dan bicara, tidak boleh gunakan senjata atau apapun kekerasan. Menurut saya sudah benar, kita tak boleh terpancing ke mana pun," ujarnya.

Politikus PDI Perjuanhan ini berharap pemerintah tak terpancing dengan memihak ke Amerika Serikat atau China. Sebab, situasinya kini negara sedang tak diperlukan untuk mengambil tindakan tegas. 

"Saya berharap dengan hormat, kita harus, saya gunakan bahasa sunda, ngiglan zaman atau mengikuti irama zaman. Jangan kita ikut masuk, jadi memang harus seirama, luwes, dan lain sebagainya, jangan terpancing, karena memang kita sedang dipancing untuk supaya ambil sikap, garis tegas, kemana tegasnya? Enggak bisa lah, kita justru dalam keadaan situasi sekarang manfaatkan kebaikan Amerika, kebaikan China," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Keamanan Laut atau Bakamla, Laksamana Madya TNI Aan Kurnia menyampaikan sinyal eskalasi konflik di Laut China Selatan akan semakin meningkat seiring munculnya aliansi Australia, U.K dan Amerika (AUKUS) atau yang disebut Aliansi Indo-Pasifik. 

Tentunya, sinyal potensi meningkatnya eskalasi di Laut China Selatan ini memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap Indonesia. Salah satu dampak yang terlihat adalah Prancis yang sudah memberikan respon keras dengan memulangkan duta besarnya yang ada di AS maupun Australia.

Menurut Kepala Bakamla, dengan munculnya aliansi Indo-Pasifik, nantinya di Laut China Selatan akan dimasuki oleh banyak kekuatan militer negara-negara besar. Dampak langsung dari konflik dapat diprediksi bahwa akan banyak nanti kekuatan militer negara-negara besar di Laut China Selatan. 

Sementara untuk dampak tidak langsungnya dari aliasi Indo-Pasifik di Laut China Selatan, akan mengganggu aktivitas lalu lintas pelayaran karena Angkatan Laut negara besar itu akan saling unjuk kekuatan militer besar di kawasan Laut China Selatan, yang akan membuat biaya logistik menjadi tinggi.

Bendera China.

China: Veto AS atas Rancangan Resolusi DK PBB untuk Gaza Tunjukkan Standar Ganda

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri mengatakan tindakan AS yang kembali mengajukan veto atas rancangan resolusi DK PBB atas Gaza kembali menunjukkan standar ganda AS.

img_title
VIVA.co.id
23 November 2024