Kaum Romantis Dibalik Wacana Presiden 3 Periode
- VIVA/Vicky Fajri
VIVA – Beberapa waktu terakhir ini, pemberitaan nasional diisi dengan wacana perpanjangan masa jabatan Presiden menjadi 3 periode melalui Amandemen UUD 1945. Ide untuk melanjutkan Jokowi sebagai Presiden RI 3 periode ini, mulanya dimunculkan oleh pengamat politik M. Qadari.
Munculnya ide ini langsung direspon beragam oleh sejumlah elemen masyarakat, seperti salah satunya dari Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus. Lucius menilai munculnya ide ini sebenarnya bukan fenomena yang aneh.
Hampir setiap akhir masa jabatan penguasa yang telah memimpin selama dua periode, isu perpanjangan masa jabatan Presiden RI selalu saja berhembus. Lucius mengingatkan bagaimana isu serupa juga pernah terjadi di akhir masa jabatan Presiden SBY pada tahun 2014 silam.
"Seperti SBY waktu itu pak Ruhut juga sempat mewacanakan keingigan untuk memperpanjang masa jabatan Presiden, hal yang sama sekarang muncul di periode kedua Presiden Jokowi. Saya kira ini adalah refleksi dari para pendukung yang merasa bahwa sepuluh tahun itu terasa pendek," kata Lucius
Menurut Lucius, sudah menjadi hal yang manusiawi ketika seseorang atau kelompok merasa dekat dengan seseorang kemudian dibayangi ancaman perpisahan, dia menjadi tidak rela dan berusaha memperpanjang hubungan. Hal itulah yang saat ini terjadi, dan ide itu disinyalir merupakan keinginan dari orang yang dekat dengan penguasa saat ini.
"Saya kira momen-momen seperti ini sering terjadi, ketika ada momen berpisah dan ada keinginan untuk memperpanjang hubungan. Kita anggap saja orang-orang yang mewacanakan jabatan presiden tiga periode ini adalah tipe orang-orang yang sangat romantis, yang merasa hubungannya dengan Jokowi sangat dekat dan tak terasa waktu sepuluh tahun sebentar lagi akan habis. Lalu menginginkan perpanjangan, sangat manusiawi niatnya itu," kata Lucius
Seperti diketahui, keinginan memperpanjang jabatan Presiden didukung oleh Relawan Jokowi-Prabowo 2024 atau Jokpro. Jokpro menilai, jika Jokowi harus menjadi Presiden 3 periode, maka Prabowo dianggap tepat menjadi wakilnya.
"Pasangan Jokowi Prabowo itu bisa terjadi kalau amandemen 1945 itu terjadi dan seandainya Jokpro 2024 terwujud maka akan menjadi paslon tunggal melawan kotak kosong sehingga Jokpro optimis Indonesia akan Aman damai sejahtera," kata Timothy Ivan Triyono.
Ada tiga kondisi dimana Jokpro menilai menyatunya Jokowi-Prabowo sebagai Presiden dan Wakil Presiden adalah hal yang diperlukan untuk Indonesia. Saat ini, Indonesia berada di era politik identitas dan itu jadi sumber tertinggi penyumbang konflik yang akhirnya melahirkan polarisasi ekstrim termasuk ke Indonesia.
Maka menyatunya kedua tokoh tersebut yang memiliki basis masa yang besar, dapat mencegah terjadinya polarisasi. "Kenapa Indonesia jadi ladang pokok dipecah-belah karena kita negara berlatar belakang beragam agama suku ras golongan sehingga potensi benturan sangat besar dan harus diantisipasi," ujar Timothy
Kondisi kedua, kata Timothy, potensi benturan tersebut diperkuat oleh situasi saat ini dimana media sosial semakin masif. Fenomena Pilpres 2019 telah melahirkan istilah cebong-kampret dan ketika Jokowi-Prabowo memimpin, diyakini perpecahan itu tidak ada lagi.
"Yang ketiga situasi Pilpres Indonesia sudah sangat berubah semenjak 2014 muncul praktek primodialisme, praktik sara sebagai senjata, masih banyak hoax yang bertebaran saat ini," ujar Timothy.
Maka dari itu, Jokpro menilai untuk mengatasi kondisi itu dan mencegah terjadinya perpecahan pada pemilu yang akan datang, Jokpro menginginkan Jokowi kembali menjabat sebagai Presiden dengan didampingi oleh Prabowo di pemilu 2024.
Ketua DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah menegaskan bahwa partainya menolak adanya gagasan masa jabatan presiden tiga periode. Menurut Basarah sama sekali tak ada keinginan untuk menambah masa janat Presiden menjadi 3 Periode
"Gagasan tentang masa jabatan presiden ditambah menjadi 3 periode ini jelas jauh dari pandangan dan sikap politik PDIP," kata Ahmad Basarah
Basarah menambahkan, Presiden Jokowi sendiri tidak pernah berpikir bisa menjadi presiden tiga periode. "Isu tiga periode ini kalau kita lihat subjeknya (Jokowi) bolak-balik beliau sudah mengatakan tidak pernah berpikir bisa menjadi presiden tiga periode," tegasnya
Sebalikhnya, Presiden Jokowi kata Basarah, justru menganggap bahwa orang-orang yang memunculkan gagasan tiga periode, mau cari muka. Sebab ide itu bukan direspon positif oleh Jokowi justru malah seakan menampar muka Jokowi
"Dalam ungkapan satire, Presiden Jokowi menganggap orang-orang yang memunculkan gagasan 3 periode, mau cari muka, mau nampar muka saya dan ingin menjerumuskan saya. Jadi, kalau subjeknya saja sudah tidak mau, saya kira sangat tidak elok konstitusi kita dipermainkan hanya kepentingan orang per orang saja," ujarnya.