RUU Pemilu Dicabut dari Prolegnas, PKS: Akan Ada Krisis Legitimasi

Ilustrasi Penyortiran Surat Suara Pilkada
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Pencabutan RUU Pemilu dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 disorot. Salah satu  yang mengkritisi adalah Fraksi PKS di DPR terhadap pencabutan RUU Pemilu.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi PKS, Bukhori Yusuf, menyampaikan sejumlah catatan kritis terkait keputusan pemerintah dan mayoritas fraksi di DPR yang sepakat mengeluarkan RUU tersebut. Pertama, kondisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan yang diametral berpotensi melemahkan kesatuan NKRI dan kerukunan masyarakat.

"Sistem presidential treshold dengan ambang batas tinggi terbukti tidak sesuai dengan original intent atau maksud asli dari UUD 1945. Sebab, sistem ini menghalangi kesempatan kita untuk memilih kader terbaik bangsa karena pada akhirnya kontestasi terbatas pada 2 paslon semata," kata Bukhori, dalam keterangannya, Rabu 10 Maret 2021.

Menurut dia, konsekuensinya muncul pembelahan sosial yang rentan terjadi. Bahkan, kata dia, nuansa ketegangan itu masih bisa dirasakan sampai sekarang sebagai dampak dari Pemilu 2019. Maka itu, dibutuhkan penyempurnaan mendasar terhadap sistem pemilu eksisting melalui revisi karena secara sosiologis sangat tidak sehat untuk memelihara iklim kerukunan bangsa. 

Kedua, Bukhori menilai sistem pemilu juga turut menentukan desain kepemimpinan nasional. Ia menjelaskan, penurunan presidential threshold melalui revisi UU Pemilu akan membuka ruang lebih luas untuk melahirkan banyak pemimpin. Dia bilang hal ini sesuai dengan kehendak masyarakat yang menginginkan pemimpin yang berkualitas dan demokratis.

"Kita memiliki banyak tokoh negarawan yang layak menjadi pemimpin di tingkat nasional. Mulai dari ulama, cendekiawan, kepala daerah. Kami ingin mendorong demokratisasi yang lebih substantif dalam proses pemilihan Presiden untuk memutus rantai oligarki, salah satunya melalui ikhtiar revisi ini," jelasnya.

Bukhori menjelaskan, pemilu dengan sistem yang lebih inklusif membuka peluang setiap lapisan anak bangsa bisa dipilih sebagai Presiden RI. Ia mencemaskan penerapan UU Pemilu eksisting akan memunculkan banyak kursi kosong di level kepemimpinan daerah ketika pilkada digelar serentak pada 2024. 

"Pilkada ini turut membawa konsekuensi politis berupa kekosongan legitimasi kepala daerah di sebanyak 271 daerah akibat masa bakti kepala daerah eksisting yang akan selesai pada 2022 maupun 2023," lanjut Bukhori yang juga Ketua DPP PKS tersebut.

Facebook Denny JA Siarkan Live Quick Count Pilkada 7 Provinsi

Pun, ia mengingatkan masa kepemimpinan kepala daerah eksisting akan selesai masa jabatannya pada rentang 2022-2023. Namun, ada jeda lama yang berdampak terhadap krisis legitimasi.

"Artinya, akan ada krisis legitimasi selama kurun 1 sampai 2 tahun karena yang memimpin adalah Pelaksana Tugas (Plt) kepala daerah seraya menanti kepala daerah terpilih hasil pemilihan serentak nasional tahun 2024," ujarnya.

Dukungan Prabowo dan Jokowi Disebut Tingkatkan Suara Melki-Johni di Pilkada NTT

Baca Juga: RUU Pemilu di Prolegnas Dicabut, Pilkada 2022 Tiada

Cagub Jakarta nomor urut 01, Ridwan Kamil bertemu dengan selebritis sekaligus utusan khusus Presiden RI Prabowo Subianto, Raffi Ahmad di Telaga Senayan, Jakarta Pusat, Minggu, 3 Oktober 2024 (sumber: Tim Media RIDO)

Percaya Diri Maju di Pilkada DKI Jakarta, Ridwan Kamil: Jadi Saya Kan Bukan Kaleng-kaleng Ya!

Kaesang sempat bertanya langsung, “Sebagai mantan Gubernur Jawa Barat, kenapa nggak melanjutkan periode kedua di Jawa Barat? Kenapa malah memilih Jakarta?”

img_title
VIVA.co.id
27 November 2024