Gibran Maju, Mardani PKS Singgung Dinasti Politik dan Pemimpin Instan
- Facebook.com/MardaniAliSera
VIVA – Praktik politik dinasti kini kembali menjadi perbincangan. Teranyar terkait keikutsertaan putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dalam Pilkada Kota Solo. Bukan cuma Gibran, menantu Presiden yakni M. Bobby Nasution, juga akan berusaha merebut takhta kekuasaan sebagai bakal calon Wali Kota Medan.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, turut menyinggung politik dinasti yang sedang terjadi di lingkaran keluarga Presiden Jokowi. Anggota Komisi II DPR ini mengatakan, memang saat ini banyak yang mengambil contoh dinasti politik dari yang pernah terjadi di Amerika. Di mana saat anak dan ayah pernah menjadi Presiden AS, George Walker Bush, dan ayahnya, George Herbert Walker Bush.
Baca Gibran: Saya Ikut Kontestasi, di Mana Dinasti Politiknya?
Menurut Mardani, itu tidak bisa disamakan dengan anak Presiden Jokowi yang saat ini maju dalam pilkada serentak. Di Amerika, kata Mardani, lebih bersifat mentoring. Meski anak menyusul maju dalam pemilu, tetapi mereka terlebih dahulu aktif dalam partai, dan memiliki pengalaman di pemerintahan.
"Dikaitkan dengan merebaknya dinasti politik, kami berpandangan ini buruk buat demokrasi. Ini bagian dari residu demokrasi. Benar negara-negara lain juga ada praktik dinasti politik. Tapi kalau dipetakan lebih jauh, setidaknya ada dua jenis. Kalau Amerika polanya mentorship, jadi mereka memang dari bawah," kata Mardani, di Gedung DPR, Selasa, 28 Juli 2020.
Baca:Â Curhatan Rival Gibran yang Kecewa Rekomendasi PDIP Soal Cawalkot Solo
Menurut Mardani, untuk menjadi pemimpin, jejak prestasi seseorang harus diuji terlebih dahulu. Mardani mengambil contoh seperti yang terjadi pada putri Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani. Pengalaman politik dan kepempimpinan Puan, menurutnya, harus dijadikan contoh buat putra danmenantu Jokowi, karena memulai dari bawah.
"Saya agak memuji Ibu Puan Maharani. Sebelum ketua DPR kan sempat ketua Bapilu (PDIP) Jawa tengah. Kemudian maju DPR, kemudian jadi Menko (Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan)," kata Mardani.
Dengan proses berjenjang itu, menurutnya, tidak ada masalah jika kemudian anak seorang yang pernah menjadi pejabat negara juga ikut dalam kontestasi pemilu. Seperti Puan ini. Bukan yang tanpa pengalaman sedikit pun mengurus organisasi masyarakat, karena orangtua punya kekuasaan, tiba-tiba maju kontestasi.
Baca juga:Â Kaesang Bocorkan Rahasianya, Pernah Disabet Sarung oleh Jokowi
"Yang tidak tepat pandangan saya dan ini berbahaya ketika prosesnya instan. Tiba-tiba saja dia langsung maju dan bertanding (jadi kepala daerah). Padahal kalau bisa ketua RT, RW, Karang Taruna, KNPI, sehingga ada urusan publik yang diurus. Karena ketika kita mengurus urusan publik, itu ada banyak dinamika," jelas Mardani
Jika praktik politik dinasti seperti yang terjadi saat ini terus dilakukan, menurutnya, maka akan berdampak buruk pada demokrasi di Tanah Air. Maka dari itu, menurut dia, ada yang perlu diperbaiki dalam sistem pemilu di Indonesia saat ini.
"Jadi pandangan saya, dinasti politik ini buruk dan residu demokrasi. Karena itu kita harus mengoreksinya di RUU Pilkada yang akan datang," ujarnya. (ase)