Jika Presidential Threshold Tak Ada, Rakyat Banyak Pilihan Capres

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia (UMI), Fahri Bachmid.
Sumber :
  • VIVAnews/ Syahrul Ansyari.

VIVAnews - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Fahri Bachmid, menilai presidential threshold 20 persen tidak sejalan dengan spirit konstitusi dan inkonstitusional. Menurutnya, presidential threshold sebaiknya nol persen.

"Kami berharap ke depan jika norma serta pranata presidential threshold masih tetap dipertahankan dalam rumusan RUU Pemilu yang akan datang, dan pada saat yang sama ada warga negara yang berkehendak men-challenge ke pengadilan, maka kami berharap MK sebagai penjaga konstitusi dapat merubah pendiriannya untuk tidak lagi mentolerir adanya pelanggaran konstitusi oleh penyelengara negara, termasuk DPR dan pemerintah yang sedang mengodok RUU Pemilu ini," kata Fahri dalam diskusi yang digelar secara online, Selasa, 30 Juni 2020.

Menurut Fahri, jika presidential threshold ditiadakan maka rakyat akan memiliki banyak pilihan sosok capres yang berkualitas dan negarawan. Untuk itu, sistem yang dibangun terkait ambang batas capres ini harus lebih akomodatif dan hal itu juga untuk menghindari politik bercorak oligarkis.

"Saatnya kita tinggalkan paradigma monopolistik partai dalam pengajuan capres dan cawapres. Biarlah rakyat memilih dengan banyak kandidat capres-cawapres. Hentikan praktik politik yang bercorak oligarkis agar demokrasi yang terbangun adalah benar-benar demokrasi yang substantif," ujar Fahri.

Fahri melanjutkan meniadakan ambang batas capres sangat penting untuk menegakkan prinsip negara hukum yang demokratis dan penegakan supremasi konstitusi serta paham konstitusionalisme yang dianut saat ini.

Berdasarkan desain konstitusional terkait pilpres diatur dalam ketentuan norma pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 dan ketentuan pasal 22E ayat (2) dan (3). Ketentuan ayat (2) mengatur tentang pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kemudian ketentuan ayat (3), mengatur tentang peserta pemilu adalah partai politik.

Dengan demikian, Fahri menegaskan bahwa berdasarkan bangunan sistem pemilu presiden yang demikian itu, secara konstitusional tidak dapat ditafsirkan sebaliknya dengan pranata presidential threshold sebagaimana diatur dalam norma pasal 222 UU RI No. 7 Tahun 2017 yang mengatur pasangan capres yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperolah 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

"Ini merupakan pranata serta norma yang sangat “oligarkis”dan tidak sejalan dengan spirit konstitusi," kata Fahri.

Jelang Dilantik, Prabowo Diulas Time sebagai Presiden Pilihan 96 Juta Rakyat & Catat Sejarah

Fahri menambahkan mestinya MK sebagai “The Guardian of The Constitution” tidak boleh mentolerir pelanggaran konstitusi yang sedemikian rupa tersebut. Dan jika ada kelompok warga negara yang hendak melakukan judicial review untuk menegakkan konstitusi, Fahri berharap MK sebagai “The Sole Interpreter of Constitution” dapat membangun tafsir yang sejalan dengan rumusan original intent sebagaimana makna hakiki dari rumusan dalam ketentuan pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945.

Sebab, pada esensinya syarat pengajuan pasangan capres dan cawapres adalah partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu. Menurutnya, hal itu tidak perlu ditafsirkan lain yang sifatnya distorsif dari makna serta teks konstitusi yang sangat terang dan jelas.

Pilpres AS, Elektabilitas Harris dan Trump Bersaing Ketat Jelang Pemungutan Suara

"Jika pemerintah dan DPR tetap mempertahankan rezim presidential threshold dalam RUU Pemilu ini tentunya sangat destruktif dan merusak tatanan demokrasi kita. Presidential threshold adalah barang haram yang wajib ditiadakan," katanya.

Pidato Kemenangan Donald Trump di Pilpres AS

Viral, Momen Donald Trump Joget 'Gemoy' ala Prabowo usai Deklarasi Kemenangan

Donald Trump resmi jadi Presiden AS ke-47 setelah kalahkan Kamala Harris. Kemenangannya dirayakan dengan joget ala Prabowo yang viral di media sosial.

img_title
VIVA.co.id
7 November 2024