Rocky Gerung: Presidential Threshold Sama Dengan Pembatasan Demokrasi
- ANTARA FOTO/Reno Esnir
VIVA – Akademisi Rocky Gerung mengatakan, selama ini presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden sangat menghalangi hak demokrasi seseorang. Karena seseorang, sejatinya berhak untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin melalui partai politik.
"Kita lihat memang kalau kita segala macam argumen memang dipakai untuk menghalangi demokrasi. Jadi kalau istilah sekarang presidential threshold itu adalah PDB pembatasan demokrasi berskala bodoh atau pembatasan demokrasi berskala besar," ujarnya, dalam seminar daring bertema "Ambang Batas Pilpres dan Ancaman Demokrasi", Jumat sore, 5 Juni 2020.
Rocky menambahkan, dia ingin mengaktifkan lagi sistem demokrasi sebagaimana mestinya. "Kita ingin aktifkan lagi sistem demokrasi sehingga orang kembali pada pikiran awal bahwa hak untuk mencalonkan itu tidak sama dengan kepentingan partai. Jadi kepentingan partai jangan menghalangi itu," ujarnya.
Menurut Rocky, dia akan maju lagi untuk menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait presidential threshold. Rocky yakin Pakar Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar juga akan melakukan hal yang sama. "Dia (Zainal) akan maju lagi ke Mahkamah Konstitusi untuk mengulangi perbuatan konstitusionalnya di pemilu yang lalu dan saya juga akan melakukan hal yang sama. Tetapi bukan karena pertimbangan pragmatis bahwa seolah-olah ada perubahan komposisi Hakim, maka kita manfaatkan perubahan komposisi hakim ini, bukan," kata Rocky, Jumat, 5 Juni 2020.
Rocky mengatakan, hal yang menjadi landasannya untuk kembali menggugat adalah hak demokrasi yang sebenarnya tidak bisa dibatasi. Jika menetapkan presidential threshold, itu berarti sudah menghalangi hak demokrasi seseorang.
"Kita akan maju lagi karena satu prinsip yaitu hak berdemokrasi tidak bisa dibatasi dengan kekacauan logika Mahkamah Konstitusi. Jadi itu soal utamanya kenapa itu harus kita lakukan," ujar Rocky.
Ketika mengajukan judicial review atau uji materi presidential threshold pada 2018 tahun lalu, ada dua tujuan utama yang diinginkannya. Pertama adalah menerangkan dalil-dalil bernegara yang benar. Kedua adalah membongkar kekacauan berpikir dari Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dari awal kita sudah prediksi pasti gagal dan udahlah kita lakukan itu dalam keadaan yang betul-betul sekedar untuk menerangkan bahwa kami warga negara, kami terganggu dengan cara bernegara yang dilindungi oleh kekacauan berpikir dari mahkamah konstitusional," ujar Rocky.