Rizal Ramli Sebut Usul Cetak Uang Rp600 Triliun Berbahaya

Pakar ekonomi dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Ramli di Surabaya, Jawa Timur, pada Minggu, 8 Maret 2020.
Sumber :
  • VIVAnews/Nur Faishal

VIVAnews - Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat mengusulkan agar pemerintah mencetak uang sampai Rp600 triliun untuk membantu masyarakat yang terdampak Covid-19. Ekonom Senior Rizal Ramli turut angkat bicara.

Bursa Asia Anjlok Tertekan Kenaikan Inflasi Jepang

Rizal menilai usulan tersebut sangat berbahaya. Dia menuturkan berdasarkan sejarah hal serupa pernah terjadi masa Gubernur Bank Indonesia, Jusuf Muda Dalam, di era kepemimpinan Presiden Soekarno.

Ketika itu, lanjutnya, angka inflasi mencapai 1.000 persen. Rupiah jatuh tidak ada harganya. Rupiah dipotong dari 1.000 rupiah menjadi 1 perak, ekonomi Indonesia hancur.

Bursa Asia Loyo Disaat Wall Street Perkasa Usai Donald Trump Kenakan Tarif Pajak Baru

Lalu, pada tahun 1998 saat krisis moneter melanda. Akhirnya pemerintah terpaksa mencetak uang di Australia.

Rizal menyatakan uang Rp100.000 serupa uang plastik saja. Ternyata uang tersebut dicetak dua kali. Nomor seri yang sama dipakai dua kali. Akhirnya, inflasi naik 68 persen dan harga-harga turut melambung tinggi.

Dibuka Menghijau, IHSG Bakal Lanjutkan Penguatan Seiring Kinclongnya Bursa Asia-Pasifik

"Jadi, jangan ulangi kesalahan model begini. Di Amerika Latin dan Zimbabwe, banyak sekali negara yang bisanya cetak uang, akibatnya ekonomi mereka hancur, untuk membeli roti saja perlu uang satu kotak," kata Rizal Ramli, Jumat, 8 Mei 2020.

"Jangan bawa Indonesia ke kehancuran, anggota-anggota DPR kalau tidak mengerti tanya ke yang ahli dan jangan sok-sok ngerti," tambahnya.

Rizal mengatakan kendati istilah trendinya quantitative easing, pada dasarnya artinya sama-sama cetak uang. Oleh karena itu, tegas Rizal, jangan dibandingkan dengan Amerika.

Alasannya, negeri Paman Sam itu tentu tidak ada masalah jika cetak uang karena Amerika bisa menjual dolar di seluruh dunia. Eropa dan Jepang bisa cetak uang lebih daripada yang seharusnya.

"Misalnya, pertumbuhan uang biasanya 10 persen, dia tingkatkan 3 kali, tidak ada masalah karena Eropa dan Jepang punya cadangan devisa yang besar," katanya.

Sementara, cadangan devisa Indonesia selama 6 bulan terakhir berasal dari uang pinjaman bukan dari surplus ekspor. Uang pinjaman bunga mahal itu digunakan untuk memompa (macro-pumping), maka bisa berbuntut celaka.

Tercatat hingga saat ini, Bank Indonesia sudah memompa Rp350 triliun sampai dengan bulan April untuk memperkuat rupiah.

"Nambah kuatnya hanya sedikit. Lalu, diumumkan akan mompa lagi Rp130 triliun. Saya dengar orang-orang di pasar lagi nungguin agar rupiah menguat sampai Rp14 ribu/US$. Setelah itu, mereka akan beli $ lagi karena dia tahu rupiah tidak akan bertahan di bawah Rp16 ribu. Jadi, ini permainan yang sangat berbahaya," tutur Rizal Ramli.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya