DPR Desak KPK Usut Dugaan Korupsi Eks Staf Presiden di Kartu Prakerja
- DPR.go.id
VIVA – Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengusut dugaan korupsi oleh sejumlah mantan staf khusus Presiden Joko Widodo.
Arteria mengatakan itu kepada Ketua KPK Firli Bahuri dalam Rapat Dengar Pendapat di komplek DPR, Senayan, Jakarta Rabu, 29 April 2020.
Pertama, Arteria mengatakan, KPK perlu mengusut dugaan korupsi oleh Adamas Belva Syah Devara, pendiri Ruang Guru yang dianggap memanfaatkan jabatannya sebagai staf khusus karena platform Ruang Guru ditunjuk sebagai mitra kartu Prakerja.
"Berikut penunjukan platform digital [mitra Kartu Prakerja] tanpa tender untuk proyek Kartu Prakerja senilai Rp56 triliun,” katanya.
Program Kartu Prakerja yang digagas Jokowi, begitu juga dengan program lain seperti RUU Omnibus Law Cipta Kerja, menurut Arteria, bagus tetapi buruk dalam penerapannya. “Dipangkas sama orang-orang yang enggak benar: implementasinya dipenggal.”
“Bagaimana bisa delapan vendor digital tanpa tender, yang diberikan kuota raksasa, permen (peraturan menteri) raksasa oleh pemerintah—bagaimana bisa terjadi, bagaimana strategi pengawasannya.”
Arteria juga memberi contoh lagi, yakni stafsus presiden lainnya, Andi Taufan Garuda Putra, yang juga pemilik PT Amarta Fintek Mikro. Andi mengirim surat kepada seluruh camat di Indonesia agar memberikan dukungan kepada perusahaannya dalam memerangi Covid-19.
“Saya kasih contoh, ada anak muda memberikan surat ke camat-camat atas nama Covid. Bubarin aja stafsus. Saya muda enggak pernah rampok uang rakyat. Ini anak muda baru dua puluhan tahun merampok uang rakyat triliunan, malu kita. Saya minta ketua mainkan ini," ujarnya.
Menurut Arteria, hal yang dilakukan staf khusus milenial itu tidak cukup diselesaikan hanya dengan mundur, tetapi harus diusut karena ada dugaan korupsi. “Ini korupsi. Salah satu vendor, Ruang Guru, itu [mantan] stafsus Presiden, pemilik sahamnya ada di Singapura, ada di Amerika.”