Borong Dukungan Parpol Berujung Calon Tunggal Bikin Rusak Demokrasi

Pekerja mengangkut kotak suara berisi logistik pemilu 2019 yang akan didistribusikan di Gudang KPU Badung, Bali
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

VIVA – Tujuh bulan jelang Pilkada serentak, dinamika politik menghangat di sejumlah daerah. Salah satu yang disorot Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) terkait potensi kuat memborong dukungan parpol di Pilkada 2020.

MK Ubah Desain Surat Suara Pilkada Calon Tunggal Jadi 'Setuju' dan 'Tidak Setuju'

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan fenomena memborong dukungan parpol masih berpotensi terjadi. Calon kepala daerah yang punya modal kuat dan didukung penguasa berpotensi memunculkan calon tunggal melawan kotak kosong.

"Ini yang bisa mencederai demokrasi. Pilkada lagi dengan memasuki gelombang IV ini harus dijaga demokrasinya," ujar Titi, dalam diskusi 'Urgensi Mewujudkan Pilkada Demokratis dan Berkualitas: Tantangan dan Harapan' seperti disampaikan dalam keterangannya, Rabu, 11 Maret 2020.

Dua Paslon Bupati di Lampung Vs Kotak Kosong, Siapa Menang?

Titi menjelaskan calon tunggal ada karena tak alamiah yang disebabkan pragmatisme parpol dalam transaksi politik. Hal ini yang bisa memunculkan ketidakpuasan di masyarakat.

Bahkan, ia menyebut fenomena ini cenderung meningkat. Misalnya di Pilkada 2015 ada tiga calon tunggal, lalu Pilkada 2017 dengan 9 daerah. Kemudian, di Pilkada 2018 ada 15 daerah.

Calon Tunggal Tetap Difasilitasi Debat Pilkada 2024, Begini Penjelasan KPU

Dia juga menekankan parpol juga jangan memaksakan kehendak dengan memunculkan kader atau non kader sebagai calon kepala daerah. Parpol sebagai aspek penting yang punya tanggungjawab meningkatkan kualitas Pilkada serta penguatan esensi demokrasi.

Maka itu, ia berharap elite parpol bisa juga menedengarkan serta mempertimbangkan aspirasi rakyat pemilih di daerah.

"Rekomendasi calon kepala daerah jangan terkesan pemaksaan sepihak dari pusat, tanpa memperhatikan realitas aspirasi masyarakat setempat," ujar Titi.

Kemudian, ia berharap lembaga penyelenggara seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) punya terobosan sebagai pengadil. Menciptakan Pilkada yang berkualitas dan berintegritas harus jadi prioritas.

"Bagaimana persoalan hoaks, disinformasi, fragmentasi, dan polarisasi. Ini yang jadi tantangan integritas pesta pemilu pilkada," jelasnya.

Pun, Pilkada serentak 2020 merupakan pesta demokrasi gelombang empat yang akan dihelat 23 September 2020. Dari jumlah daerah, Pilkada 2020 dinilai terbesar karena ada 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya