Mujahid 212 Tolak Keras Ahok Jadi Pimpinan Ibu Kota Baru

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat hadiri Kongres PDIP di Bali.
Sumber :
  • ANTARA FOTO

VIVA – Penolakan Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai calon pimpinan Ibu Kota Baru terus disuarakan. Kali ini, barisan yang mengatasnamakan Mujahid 212 tegas menolak eks Gubernur DKI Jakarta itu.

Analisis Pengamat soal Penyebab Utama PDIP Usung Andika-Hendi Kalah di Jateng

Sekretaris Koordinator Bela Islam atau Korlabi, Novel Bamumin menilai isu Ahok masuk bursa calon Kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN) adalah kekeliruan. Alasannya, beberapa faktor yang dianggap tak mendukung kelayakan Ahok.

"Kami  menolak keras Ahok lantaran fakta-fakta pribadi. Ahok merupakan seorang jati diri yang memiliki banyak masalah, Ahok perlu kejelasan hukum atas masa lalunya selaku Gubernur DKI," kata Novel, dalam keterangannya, Kamis, 5 Maret 2020.

Pengamat Politik: Kekalahan PDIP di Pilkada Jateng Pengaruh Prabowo dan Jokowi

Dia mengaitkan kontroversi Ahok dengan kepercayaan dalam pengelolaan anggaran pembangunan fasilitas ibu kota baru. Ia mengibaratkan Ahok sebagai pribadi yang rawan. 

Novel bilang salah satunya status yang pernah menjadi narapidana kasus penistaan agama. Belum lagi dugaan kasus korupsi yang melibatkan Ahok.

Raih 50,07% Suara di Jakarta dari Ahokers dan Anak Abah? Ini Kata Pramono

"Bahkan data tak terbantahkan salah satunya biografi Ahok, dirinya berstatus eks napi, karena fakta hukum Ahok menistakan Alquran kitab suci umat Muslim, umat mayoritas negeri ini," jelas Novel.

Dia mengingatkan dalam pemilihan kepala daerah Ibu Kota negara juga tak bisa asal tunjuk. Sebab, dalam UU nomor 29 Tahun 2007 tentang DKI Jakarta sebagai ibu kota NKRI. Lalu, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah.

Kemudian, kata dia, Mujahid 212 juga menolak rencana pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Dikhawatirkan proses perpindahan ini menelan biaya besar yang berujung dengan utang negara.

"Selain anggaran biayanya akan spektakuler atau luar biasa dan diasumsikan akan kembali berhutang dengan meminjam kebutuhan pembangunan Ibu Kota," tuturnya.

Dia pun berharap Jokowi selaku kepala negara bijak dalam menyikapi persoalan ini. Saran agar Jokowi meminta masukan dan saran dari sejumlah tokoh nasional yang kredibel. Saran ini menyangkut tingkat kerawanan dari sisi politis dan strategi pertahanan Ibu Kota. 

Meski panen penolakan, masih ada suara yang mendukung langkah Jokowi memasukkan Ahok sebagai calon pimpinan Ibu Kota baru. Seperti disampaikan Politikus Demokrat Ferdinand Hutahaean. 

Ia bilang sebaiknya Jokowi merealisasikan penunjukan Ahok. Bagi dia, eks Bupati Belitung Timur itu punya karakter tegas yang layak memimpin Ibu Kota baru.

"Karakternya yang keras, meledak bagus untuk mengurusi pembangunan dengan anggaran ratusan triliun," demikian cuitan Ferdinand di akun Twitternya, @ferdinandhaean2 yang dikutip Selasa, 3 Maret 2020.

Terkait ini, Presiden Jokowi sebelumnya tak menampik Ahok menjadi salah satu nama yang berpotensi ditunjuk sebagai Kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN). Eks Gubernur DKI Jakarta itu masuk bursa calon bersama tiga nama lainnya. 

Rencananya, nama pimpinan Ibu Kota baru akan diputuskan pekan ini. Selain Ahok, ada nama Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro. Lalu, Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tumiyana. Sementara, yang terakhir adalah Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.

"Jadi, untuk otoritas Ibu Kota negara kita memang akan segera tandatangani perpres di mana di situ nanti ada CEO-nya. CEO-nya sampai sekarang belum diputuskan dan akan segera diputuskan insya Allah dalam minggu ini," ujar Jokowi, di Istana Merdeka Jakarta, Senin 2 Maret 2020.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya