RUU Ketahanan Tendensius dan Ngawur, Perlu Dicoret dari Prolegnas
- VIVAnews/AnwarSadat
VIVA – Rancangan Undang-undang (RUU) Ketahanan Keluarga disorot karena sejumlah aturan pasal yang dinilai nyeleneh. Suara di DPR terbelah usai muncul RUU yang memantik kontroversi ini.
Anggota DPR dari Fraksi NasDem, Lestari Moerdijat turut merespons munculnya polemik RUU tersebut. Menurutnya, RUU itu tak perlu ada karena dinilai terlalu mengintervensi entitas keluarga.
"RUU Ketahanan Keluarga mestinya tidak tendensius. RUU ini mengabaikan HAM sekaligus melegitimasi posisi perempuan sebagai tiang wingking," kata Rerie, sapaan akrabnya, Jumat 21 Februari 2020
Dia menambahkan, perempuan bukan obyek yang harus selalu diatur dan mengurus pekerjaan rumah. Karena hukum tak pernah membedakan antara laki-laki maupun perempuan. "Di hadapan hukum semua setara, tak peduli laki-laki atau perempuan," ujar Wakil Ketua MPR itu.
Rerie melanjutkan, entitas keluarga tidak perlu diintervensi negara. Urusan internal keluarga, pola asuh anak dan peran anggota keluarga bukan wewenang pemerintah.
"Seperti kita ketahui, hubungan keluarga sarat dengan kearifan masing-masing budaya yang tidak dapat digeneralisasikan sehingga kurang lah tepat jika diatur dalam undang-undang," ujarnya
Rerie memaparkan Contoh dalam RUU itu pemerintah campur tangan dalam urusan internal keluarga. Pasal 77 (1) berisi 'Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memfasilitasi Keluarga yang mengalami Krisis Keluarga karena tuntutan pekerjaan'.
"Banyak persoalan bangsa dan negara yang lebih mendesak untuk diatur. Persoalan privat dalam pandangan saya tidak perlu diatur oleh negara," ujarnya
Draf RUU Ketahanan Keluarga jadi polemik karena menuai kritik. Sejumlah pasal dinilai ngawur dan tak tepat. Salah satunya dalam draf yang ingin mengatur kewajiban suami-istri di dalam rumah tangga sampai urusan ranjang.
RUU yang bikin geger ini sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR. RUU ini juga diinisiasi oleh sejumlah anggota DPR lintas fraksi. Mereka adalah Ledia Hanifa (PKS), Netty Prasetyani (PKS), Endang Maria Astuti (Golkar). Kemudian, ada Sodik Mujahid (Gerindra), dan Ali Taher (PAN).