Politikus PPP Ini Tak Setuju Donor Sperma Dihukum Penjara
- VIVAnews/ Fajar Ginanjar Mukti.
VIVA – Anggota Komisi Hukum DPR RI, Arsul Sani, tidak setuju dengan rencana pengaturan hukum pidana bagi seseorang yang mendonorkan sperma atau ovum. Bagi Arsul, Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga yang mengatur pidana tersebut, harus lah sejalan dengan rencana parlemen merevisi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Menurut dia, ada cara lain menerapkan sanksi hukuman, bukan semata-mata mengadili seseorang dengan pidana kurungan.
"Kalau itu dianggap pidana, pidananya bisa dengan denda dengan kerja sosial dan lain sebagainya," kata Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu 19 Februari 2020.
Berdasarkan draf RUU Ketahanan Keluarga, larangan untuk mendonorkan dan memperjualbelikan sperma tersebut tercantum dalam pasal 31 ayat 1 dan 2. Parlemen memasukkan usulan rancangan aturan itu dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas.
Arsul mengatakan, klausul pidana pada jual- beli sperma, bisa saja belum melihat RKUHP yang kini dilanjutkan kembali pada periode ini pembahasannya.
"Pokoknya Undang-Undang itu ketentuan pidananya harus disinkronkan buku satu RKUHP yang nanti jadi KUHP," kata dia.
Pada Rancangan beleid Ketahanan Keluarga, pada pasal 140 juga mengatur bahwa seseorang yang dengan sengaja membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan/atau mengancam orang lain untuk memperjualbelikan, mendonorkan, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan mandiri atau melalui lembaga juga akan dipidana. Pidana pun dapat dikenakan, manakala donor sperma melibatkan korporasi.
Seperti diketahui, Draf RUU ini diusulkan oleh beberapa Anggota DPR di berbagai fraksi diantaranya PKS, Partai Gerindra, Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional.