Golkar: Pemilu 2019 Telan Biaya Lebih Mahal

VIVAnews - Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Lodewijk Freidrich Paulus, menyoroti jumlah partai politik serta efisiensi dalam penggunaan anggaran dalam Pemilu 2019. Dia menilai pemilu yang digelar secara serentak itu menelan biaya yang besar.

Prabowo: Pilkada 2024 Berjalan Damai Tanda Masyarakat sudah Dewasa

“Alih-alih menghemat anggaran, pemilu serentak justru menelan biaya yang lebih mahal dari pemilu terpisah. Anggaran Pemilu 2019 mencapai Rp24,8 triliun naik 3 persen dibanding Pemilu 2014 sebesar Rp24,1 triliun,” kata Lodewijk dalam diskusi politik dengan tema "Pemilu 2019, Evaluasi dan Solusi" di aula kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Kamis, 24 Oktober 2019.

Lodewijk juga menilai pemilu serentak itu memakan waktu yang panjang dan melelahkan, sehingga melahirkan banyak korban yang meninggal. Berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), korban yang meninggal sebanyak 144 orang, sedangkan yang sakit 883 orang.

Gunakan Hak Pilih, Ayu Ting Ting: dari Kecil Gak Pernah Diajarin Golput

Sementara itu, tujuan untuk memperkuat sistem presidensiil tidak tercapai karena partai-partai pengusung pasangan capres dan cawapres yang menang tidak mendapat dampak ekor jas atau coattail effect dari paslon yang diusungnya.

“Persaingan yang tajam selama pilpres juga telah membelah masyarakat menjadi dua kelompok yang saling berhadapan. Munculnya politik identitas berbasis agama ditambah pengaruh media sosial semakin menambah sengit persaingan untuk memperebutkan dukungan rakyat. Sehingga sangat mengkhawatirkan bagi persatuan dan keutuhan bangsa,” katanya.

Idrus Marham: Golkar Akan Menang Pilkada Serentak 2024 Sesuai dengan Target 60 Persen

Dia juga menyoroti soal penerapan sistem proporsional terbuka dalam pemilu. Menurutnya, bangsa ini pernah melaksanakan sistem proporsional tertutup.

Perubahan dari tertutup ke terbuka diharapkan agar para anggota legislatif yang terpilih mempunyai hubungan yang lebih dekat dengan konstituennya, sehingga aspirasi dan kepentingan rakyat dapat diperjuangkan dengan baik.

Tapi, tujuan tersebut belum sepenuhnya dapat diwujudkan. Yang terjadi adalah semakin merebaknya budaya pragmatisme politik dalam masyarakat. Urusan memilih bergeser dari pertimbangan kualitatif menjadi pertimbangan yang bersifat transaksional.

“Keadaan semacam ini sangat merisaukan karena dapat menurunkan kualitas demokrasi kita. Partai Golkar berpandangan kiranya perlu dilakukan semacam evaluasi atas penyelenggaraan pemilu serentak dan sistem pemilu legilastif itu sendiri,” tuturnya.

Meskipun demikian, Lodewijk melihat masih ada sisi positif dari Pemilu 2019 yaitu partisipasi pemilih yang meningkat cukup signifikan, sehingga memperkuat legitimasi bagi para wakil rakyat serta presiden dan wakil presiden yang terpilih secara demokratis.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya