Dipertanyakan, Motif DPR Ngebut Sahkan Undang-undang Kontroversial
- bbc
`Tiba-tiba ingin balap di hari-hari terakhir`
Lucius menjelaskan, pengesahan berbagai RUU menjelang akhir masa sidang bukanlah hal yang baru, pada periode 2009-2014, hal yang sama juga terjadi.
"Ada 17 RUU yang mereka perjuangkan di tahun terakhir sampai kemudian mengesahkan secara terburu-buru Undang-Undang Pilkada dan Undang-Undang tentang Pemda, yang selanjutnya diprotes publik dan akhirnya SBY mengeluarkan Perppu untuk membatalkan dua Undang-Undang itu dan kembali ke Undang-Undang lama."
Namun, yang membedakan kinerja periode ini dengan yang sebelumnya, lanjut Lucius, adalah kinerja mereka yang buruk, baik dari sisi kualitas dan kuantitas perundangan yang mereka hasilkan. Hingga Rabu (25/09) hanya sekitar 35 RUU yang disahkan.
"Tetapi tiba-tiba mereka ingin balap atau ngebut di hari-hari terakhir untuk mengesahkan RUU yang jumlahnya hampir sama dengan yang mereka hasilkan selama lima tahun."
Hal ini membuat RUU yang disahkan dalam waktu singkat ini tak berkualitas.
Menurutnya, tidak mengherankan revisi UU KPK yang dihasilkan hanya dalam dua pekan menimbulkan polemik dan penolakan dari publik ketika yang dihasilkan DPR tidak sesuai dengan tujuan dari revisi undang-undang itu.
"Mereka omong soal penguatan KPK, tujuan dari revisi itu, tapi justru yang mereka ubah adalah poin-poin yang berkaitan dengan pelemahan KPK. Jadi dari sisi kualitas sulit untuk mendapatkan jaminan undang-undang yang dibahas kilat akan punya kualitas lebih baik."
Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril mengatakan pembahasan RUU KPK yang dalam waktu sangat kilat, hanya 11 hari saja, dan dilakukan secara tertutup, membuat pengesahan RUU ini memiliki dua cacat, yakni cacat formil dan cacat materiil.