Haris Azhar Bungkam Yasonna: UU Mana yang Perbaiki Nasib Gembel

Aktivis HAM Haris Azhar
Sumber :
  • tvOne

VIVA – Aksi demonstrasi mahasiswa yang memprotes sejumlah Rancangan Undang-undang (RUU) kontroversial sempat meluas ke sejumlah daerah. Aktivis HAM Haris Azhar membela aksi mahasiswa dengan menyindir pemerintah.

Pengamat Ingatkan Pemerintah Harus Antisipasi Penyebaran Paham Khilafah saat Pilkada

Menurut dia, sebaiknya aparat kepolisian jangan represif terhadap mahasiswa dengan menggunakan water canon untuk memukul mundur para intelektual muda tersebut agar tak demo. Ia bilang aksi mahasiswa hanya menyampaikan aspirasi.

"Mahasiswa bukan mau main kejar-kejaran. Mahasiswa itu menyampaikan aspirasi. Bung Hatta itu sudah pernah bilang dari dulu, mahasiswa penyampai akal dan hati masyarakat," kata Haris dalam acara Indonesia Lawyers Club tvOne, #ILCKontroversiRKUHP, dikutip Rabu, 24 September 2019.

Isu Kelompok Rentan Mesti Bisa Dipertimbangkan Cagub dalam Programnya Jika Menang Pilkada

Dia pun menyinggung pembahasan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menjadi salah satu alasan mahasiswa bergerak melakukan demo. Menurutnya, ada kekeliruan yang dilakukan DPR dan pemerintah dalam mensosialisasikan RUU KUHP ke publik.

Haris mengkritik jika hanya mengandalkan UU Nomor 12 tahun 2011 tentang tata urutan perundang-undangan maka ada kelemahan dalam RUU KUHP. Salah satu pasal yang menuai penolakan yaitu menyangkut orang tak memiliki tempat tinggal atau dikenal istilah gelandangan.

Sebelum Disepakati, Baleg DPR Sebut Ada 299 RUU Masuk Usulan

RUU KUHP menerapkan ancaman denda bagi gelandangan maksimal sebesar Rp1 juta. Aturan ini tercantum dalam pasal 432 RUU KUHP.

"Jadi, kalau mengandalkan UU 12 tahun 2011 tentag tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan yang hanya atau ke kampus-kampus. Gembel enggak ke kampus. Sejak kapan gembel ke kampus?" ujar Haris.

Dia menambahkan gelandangan juga tak bisa menikmati program tayangan Indonesia Lawyers Club tvOne karena mesti tidur di gerobak. Lalu, tak paham argumen yang disampaikan para wakil rakyat di Senayan dengan penampilan mewahnya.

"Gembel enggak nonton ILC, karena dia harus tidur di gerobak. Enggak dengar pendapat pendapat anggota dewan yang hebat-hebat pakai jas dan pakai cincin mahal," jelas eks Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) itu.

Haris pun mempertanyakan argumen Menkumham Yasonna Laoly yang terkesan bangga soal perubahan hukuman kurungan menjadi denda bagi gelandangan. Bagi dia, justru hal itu sama dengan mengikuti tradisi negara-negara barat. Padahal, tujuan RUU KUHP tak mau pakai tradisi barat.

"Jadi, kalau tradisi menghukum gembel seperti tadi pak menteri seolah-olah hebat dari dihukum menjadi denda, itu tradisi-tradisi di negara barat. Yang mau dicegah karena katanya enggak mau pakai tradisi barat," tutur Haris.

Selain Yasonna, ia juga menyindir anggota Komisi III DPR yang punya gelar doktor hukum dari luar negeri seperti Arsul Sani. Mestinya, sebagai anggota DPR yang menimba ilmu dari negara barat paham dengan penolakan pasal denda bagi gelandangan tersebut.

"Negara barat ini tradisinya memberikan denda kepada para gembel itu karena estetik lebih penting daripada etik. Pertanyaan saya di produk UU mana yang memperbaiki nasibnya gembel," katanya.

Kemudian, dengan daftar RUU kotroversi ini justru berpotensi akan membuat banyak orang menjadi gembel. Contohnya seperti RUU Pertanahan yang ikut jadi polemik dan ditentang.

Sejumlah RUU kontroversial seperti RUU KUHP dan RUU Pertanahanyang ditolak mahasiswa merupakan usulan dari pemerintah ke DPR.

"Secara paralel dengan paket list UU yang mau diserahkan DPR justru akan banyak orang menjadi gembel. Di RUU Pertanahan bila ada masyarakat atau orang yang menolak tanahnya diambil maka dia akan dikenakan pidana. Jadi, justru akan banyak gembel di negeri kita," ujarnya.

>
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya