Kinerja Legislasi Masih Jeblok, Baleg DPR Berdalih Banyak Hambatan
- ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
VIVA – Kinerja DPR periode 2014-2019 masih jeblok dalam urusan legislasi. Lembaga wakil rakyat ini dinilai belum memenuhi target ideal legislasi.
Namun, Anggota Badan Legislasi dari fraksi PPP, Achmad Baidowi menilai, target legislasi DPR sudah cukup memenuhi standar. Ia menghitung rata-rata ada 15 produk legislasi yang dihasilkan DPR dalam setahun.
"Komisi II baru selesai revisi UU Ormas, sekarang RUU Pertanahan. Bagi kita rata-rata setahun 15 produk legislasi cukup, sudah memenuhi standar," ujar politikus yang akrab disapa Awiek itu di kompleks parlemen, Jakarta, Senin 9 September 2019.
Ia menambahkan, saat ini juga ada RUU yang masih diupayakan akan diselesaikan. Kalau RUU yang direncanakan selesai maka indeks RUU yang akan diselesaikan akan bertambah.
"Ini jadi perhatian DPR berikutnya. Kami harap DPR berikutnya produk legislasi lebih banyak dari sekarang," ujarnya menambahkan.
Kemudian, Awiek mengakui hambatan DPR dalam legislasi bervariasi. Misalnya saat tahun pertama DPR periode 2014-2019 belum optimal karena ada persoalan politik.
Saat itu, DPR pecah kongsi antara Koalisi Merah Putih dengan Koalisi Indonesia Hebat. Terbelahnya DPR ini cukup memakan waktu dan membuat kinerja wakil rakyat tak maksimal.
"DPR baru bisa bekerja maksimal 2015 akhir. Beberapa draf RUU dari pemerintah agak lambat memasukkannya RUU pemilu molor beberapa bulan," tuturnya.
   Â
Sementara, Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas tak menutup mata dengan pencapaian legislasi yang masih merosot. Tapi, ia meminta persoalan ini dilihat secara obyektif. Sebab, dalam pembuatan UU, bukan hanya DPR yang bertanggungjawab.
"Bahwa dalam melahirkan sebuah UU tidak boleh hanya DPR yang bertanggungjawab. Berkali-kali saya katakan rata-rata UU sekarang ini macet bukan di kita sebenarnya," tutur Supratman kepada VIVAnews, Senin, 2 September 2019.
Dia menyebut, misalnya proses pembahasan RUU tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Mandeknya RUU ini dinilai bukan dari DPR. Melainkan sulitnya pihak pemerintah yang hadir saat pembahasan sehingga molor.
"Coba bayangkan ada UU ASN. Sekalipun kita rapat kerja berkali-kali kita undang tak pernah datang menterinya," tuturnya.
Tak hanya itu, masih ada contoh pembahasan RUU lain yang stagnan seperti RUU tentang pertembakauan sampai RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (PPP) karena persoalan bukan dari DPR. Kata dia, jika dipilah maka diketahui penyebabnya dalam proses pembuatan RUU.
Selama lima tahun ini, DPR bersama pemerintah disebut sudah menghasilkan 77 UU. [mus]