Panen Kritikan, Wacana Tambah Pimpinan MPR Dicap Kongkalikong Politik

Sidang Tahunan MPR di Gedung Nusantara, Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA – Wacana penambahan kursi pimpinan MPR periode 2019-2024 menjadi 10 kursi menuai kritik. Usulan kepentingan politik ini dinilai sebagai praktik kongkalikong yang tak penting dan tak peka selaku wakil rakyat.

Gunakan Hak Pilih, Ayu Ting Ting: dari Kecil Gak Pernah Diajarin Golput

Pengamat dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus heran dengan manuver partai politik dalam rebutan jatah pimpinan MPR ini.

"Wacana 10 pimpinan MPR itu praktik kongkalikong yang sempurna. Bagaimana 9 parpol yang secara politik punya sikap berseberangan, tetapi cenderung hampir kompak untuk urusan kursi pimpinan MPR ini," kata pengamat dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia atau Formappi, Lucius Karus kepada VIVAnews, Senin, 26 Agustus 2019.

Bivitri Bilang Pilkada Jadi Pertaruhan Kekuasaan Jaga Stabilitas Politik

Lucius menyindir praktik kongkalikong jatah pimpinan MPR ini disorot publik. Usai perhelatan Pilpres 2019, para elite dinilai tak memberikan pendidikan politik yang cerdas namun hanya memuaskan kepentingan mereka.

"Saya khawatir jika kongkalikong seperti ini sudah dimulai sejak awal, maka dalam banyak hal termasuk korupsi, mereka juga akan mudah bekerjasama," tutur Lucius.

Tim Pramono-Rano Siapkan Saksi Berlapis Awasi Hari Pencoblosan 27 November 2024

Singgung DPR

Usulan 10 pimpinan MPR ini tak lepas dari manuver sejumlah fraksi di DPR. Bila jatah 10 pimpinan MPR maka 9 perwakilan dari partai politik akan kebagian jatah semua. Sebab, satu jatah lagi diproyeksikan dari unsur DPD.

Dia menyoroti karena kinerja DPR di bidang legislasi sangat buruk. Kinerja buruk namun banyak permintaan jatah sampai pimpinan MPR. Kata dia, sudah benar pimpinan MPR periode 2019-2024 cukup 5 orang.

"Di periode ini, hanya 27 dari 189 RUU yang bisa disahkan DPR. Jika kesepakatan menambah kursi pimpinan ini jadi dieksekusi maka mereka makin membuktikan bahwa DPR tak hanya buruk dalam soal kuantitas legislasi, tetapi juga kualitas," tutur Lucius.

Lalu, wacana pimpinan MPR ini juga akan mengutak atik lagi revisi Undang-undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3). Sementara, tanggungjawab di sektor legislasi tak jelas.

"Bagaimana bisa sebuah RUU diobrak-abrik berulangkali oleh orang-orang yang sama untuk tujuan yang sama pula. Di mana akal sehat mereka ketika membahas RUU ini," jelas Lucius.

Wacana menambah pimpinan MPR menjadi 10 orang berawal usulan Partai Amanat Nasional (PAN). Usulan ini terdiri dari 9 fraksi DPR dan satu unsur DPD.

Persiapan sidang tahunan MPR RI, Kamis, 15 Agustus 2019.

Usulan dari PAN ini pun disorot. Sejumlah fraksii mendukung usulan ini. Sementara, beberapa fraksi mengisyaratkan keberatannya karena penambahan pimpinan MPR dinilai tak mendesak dan akan menyedot anggaran negara.

Wakil Sekjen PAN yang juga Sekretaris Fraksi PAN di MPR, Saleh Daulay mengklaim sejumlah partai telah setuju dengan usulan pimpinan MPR berjumlah 10 kursi. Mereka yang diklaim setuju diantaranya Gerindra, PPP, PKB, dan PKS.

"Kita lihat Gerindra sudah menyatakan persetujuan. Pak Prabowo mengatakan Oke. Kemudian, PPP pak Arsul sudah mengatakan iya. Bahkan, PKB muktamarnya, pak Muhaimin mengatakan enggak ada masalah untuk kita bersama-sama. Begitu juga partai lain termasuk PKS malah menyatakan oke," ujar Saleh di Jakarta, Sabtu, 23 Agustus 2019.

Saleh menekankan untuk PDIP dan Golkar, ia yakin belum menolak usulan tersebut. Tapi, mereka hanya masih ingin mendalami dan membahasnya. Sebab sikap menolak nanti bisa ditunjukkan di rapat gabungan yang belum dilaksanakan.

"(Rapat gabungan) rencananya tanggal 28, tapi hari ini badan pengkajian sudah meminta waktu perpanjangan. Perpanjangan waktu jangan tanggal 28, kasih waktu beberapa waktu lagi untuk memperdalam materi-materi," kata Saleh.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya