RUU Kekerasan Seksual Ditunda DPR padahal Tren Meningkat 800 persen
- bbc
"Dia dalam kondisi hamil, kemudian dinikahkan karena pelaku siap bertanggung jawab. Ternyata masih ada yang memilih menikahkan daripada menghukum pelaku," ujar Anggraini.
Dia menuturkan, kedua remaja ini hanya dinikahkan secara adat. Padahal, syarat pernikahan di bawah umur harus menyertakan izin pengadilan.
Sesuai UU Perkawinan, batas minimal usia perempuan bisa melakukan pernikahan adalah19 tahun.
"Begitu dikawinkan, nggak berapa lama kemudian sudah langsung lahir si bayinya," kata dia.
Namun, satu bulan setelah melahirkan, pada April lalu, dia kembali mengalami kekerasan seksual, kali ini dilakukan oleh ayah suaminya, yang sekaligus pamannya sendiri.
Kasus ini dilaporkan ke unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Bali pada Senin (29/06) kepada kepolisian Denpasar yang sejak saat itu bergerak cepat menangkap pelaku.
Kepolisian Denpasar akhirnya menangkap terduga pelaku, IMY pada Selasa (30/06). Dia dijerat dengan Pasal 81 UU tentang Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara.
Ni Luh Putu Anggraini yang juga pegiat di Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan untuk Keadilan (LBH APIK) Bali, mengungkapkan penyintas masih merasakan trauma tiap kali teringat dengan perisitiwa yang dia alami.
"Ketika kita minta si anak ini mengungkapkan kasusnya, ternyata anak ini langsung teringat lagi. Biasanya kronologi kasus kan kita harus jelaskan, ternyata anak ini langsung bengong, nangis, merasa marah merasa takut," ungkap Anggraini.
"Akhirnya kami meyakinkan dia, `Apakah kamu ingin membiarkan kasus ini?`, jadi memang harus ada pendampingan psikologis pada korban. Kemudian dia dipersiapkan bahwa ini kasus hukum, kasus kekerasan yang bisa dilaporkan," ujarnya kemudian.
Namun, tak semua penyintas kekerasan seksual berani melaporkan kasusnya ke ranah hukum. Trauma dan ketakutan menyebabkan sebagian besar dari mereka memilih diam atau hanya memberitahukan kepada kerabat dan teman baik.